Virus Nipah Bikin Ketar-ketir India dengan Kematian 75 Persen, Begini Penularannya

Daftar Isi
Jakarta –
Virus Nipah kembali mewabah di India, tepatnya di Kerala. Penyakit ini bikin ketar-ketir lantaran diketahui, memicu kasus kematian hingga 75 persen. Lantas sebenarnya, dari mana virus ini berasal dan seperti apa awal mula penularannya?
Diketahui, wabah kali ini merupakan yang keempat kalinya di Kerala sejak 2018. Seorang pria berusia 49 tahun bernama Mohammed Ali, yang tinggal di desa Maruthonkara, meninggal pada 30 Agustus. Kemudian Mangalatt Haris (40), yang tinggal di kota Ayanchery, meninggal pada tanggal 11 September.
Pada 13 September, hasil tes menunjukkan bahwa kedua pria tersebut meninggal dunia karena infeksi virus Nipah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyoal Virus Nipah
Virus Nipah pertama kali diidentifikasi di kalangan peternak babi di Malaysia pada tahun 1999. Kemungkinan besar, virus ini menular ke manusia dari babi yang terinfeksi.
Menurut profesor kedokteran komunitas di Government Medical College di Manjeri, Kerala, dr Thekkumkar Surendran Anish, tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang tercatat sepanjang wabah virus Nipah di Malaysia. Dijelaskannya, ada dua jenis virus Nipah.
“Ada bukti virologi bahwa jenis virus yang kami temui di Kerala adalah jenis virus Bangladesh,” kata Anish dikutip dari NPR, Sabtu (16/9/2023). Sembari ia menambahkan, penyakit ini memiliki tingkat kematian mencapai 75 persen.
Pada kebanyakan kasus, infeksi virus ini menyebabkan gejala berupa gangguan pernapasan akut, sehingga kemungkinan penularan dari manusia ke manusia menjadi lebih tinggi.
Dikutip dari Hindustan Times, nipah adalah virus zoonosis, yang artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjabarkan, virus ini menyebabkan infeksi pernafasan parah dan menyerang otak.
Kemudian mengacu pada pada Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC AS), infeksi virus nipah diawali dengan gejala demam dan sakit kepala, kerap dibarengi penyakit pernapasan seperti batuk dan sakit tenggorokan.
Jika kondisi pasien sudah memburuk, mungkin akan terjadi disorientasi, kejang, dan ensefalitis atau pembengkakan otak. Imbasnya, pasien berisiko mengalami koma dalam waktu 24 hingga 48 jam.