UU Pelindungan Data Pribadi Dorong Monetisasi Data

Jakarta, – Perlindungan data pribadi menjadi hal yang penting pada era digital seperti sekarang ini seiring dengan semakin masifnya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-sehari.
Karena menjadi regulasi fundamental, saat ini pemerintah dan DPR memprioritaskan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan ditargetkan dapat ditetapkan pada bulan Oktober 2020.
Melihat vitalnya regulasi PDP ini Sobat Cyber Indonesia membuat diskusi secara daring dengan tajuk Sinkronisasi RUU Perlindungan Data Pribadi di Berbagai Sektor.
Pada diskusi tersebut Jamalul Izza, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) menilai UU PDP ini sangat penting karena selain memberikan perlindungan terhadap konsumen, juga memberikan dampak positif terhadap ekonomi Indonesia pada umumnya.
“UU PDP ini akan mendorong dan memperkuat posisi industri telekomunikasi nasional sebagai pusat bisnis terpercaya. Ini termasuk kunci dalam pembangunan ekonomi Indonesia. APJII sangat berkepentingan atas adanya regulasi mengenai perlindungan data pribadi dalam UU sehingga dapat dilaksanakan secara efektif serta tepat sasaran,”terang Jamalul.
RUU PDP yang disusun oleh pemerintah bersama DPR tersebut rencananya akan melingkupi seluruh sektor yang memanfaatkan data pribadi. Agar tepat sasaran, Jamalul berharap nantinya dalam membuat regulasi PDP tersebut DPR dan pemerintah dapat lebih hati-hati lagi pasal perpasalnya.
“Perlu untuk merealisasikan serta menjalankan pelindungan data pribadi yang tepat sasaran dan efektif atas hak individu untuk kontrol penuh penggunaan data pribadinya, kemajuan industri sebagai pengendali data pribadi, dan kedaulatan data milik Indonesia agar tetap digunakan untuk kemaslahatan bangsa Indonesia,” ujar Jamalul.
Lanjut Jamalul, sebab yang dilindungi dari UU PDP nantinya tak hanya hanya pemilik data pribadi saja tetapi juga penggelola dan perusahaan pemroses data pribadi. Termasuk penempatan data pribadi masyarakat Indonesia di luar negeri perlu diperhatikan.
Jamalul mengatakan, selain tak ada control akan data pribadi masyarakat Indonesia, potensi pertumbuhan ekonomi nasional akan berkurang jika data di taruh di luar negeri.
Bobby Adhityo Rizaldi anggota komisi 1 DPR RI mengatakan, nantinya UU Perlindungan Data Pribadi yang dimiliki Indonesia merupakan regulasi yang paling mutahir di seluruh dunia. Dari 180 negara di dunia, 120 negara yang sudah memiliki UU PDP itu di keluarkan pada era tahun 1980.
Bobby menerangkan, prinsip utama yang diatur pada UU PDP ada 3 hal yaitu bagaimana hak pemilik data untuk meminta kembali data pribadinya, hak pemilik data untuk melakukan modifikasi data pribadi, dan hak pemilik data untuk dikecualikan.
Bobby memaparkan, karena arahan dari Presiden Joko Widodo yang menganggap sebagai Data is The New Oil, maka dalam RUU PDP pembahasan dan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap data pribadi menjadi prioritas di dalam pembahasan antara DPR dan Pemerintah.
Beberapa isu penting dalam RUU PDP ini mencakup beberpa hal yaitu apa sesungguhnya Data Pribadi, Kedaulatan Data, Data is the new oil dan Data flow.
Dalam paparannya di Webinar Sobat Cyber Indonesia Bobby menjelaskan, Indonesia harus memiliki kedaulatan data yang mengakomodasi kepentingan nasional, kedaulatan data siber, kedaulatan digital, digital infrastruktur dan ketahanan nasional.
Lanjut Bobby, di dalam RUU PDP ini nantinya juga akan mengatur data flow, serta perpindahan data antar negara atau cross border, data transfer, data processing, data storing dan data residency.
Sedangkan data is the new oil adalah data mining, jual beli data, monetisasi data yang didapat dari data ownership, data driven economy, jejak digital, prilaku online mayarakat dan surveillance yang menjadi kekuatan ekonomi digital.
Diakui Bobby saat ini titik berat dari perlindungan data pribadi pemerintah masih menggenai data yang dikelola oleh lembaga negara seperti data yang ada di Administrasi Kependudukan (Adminduk) di Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil.
Namun pihak DPR menginginkan agar cakupan dari perlindungan data pribadi ini tak hanya data Adminduk, tetapi memproses data pribadi untuk menjadi data agregat
“Saat ini sedang dipertimbangkan konsideran platform-platform digital yang menggunakan data yang tidak teridentifikasi langsung, nanti itu akan menjadi perdebatan bagaimana irisan data pribadi dengan data agregat yang untuk kebutuhan inovasi, edukasi dan sebenarnya monetisasi itu ada di data agregat, contohnya perilaku konsumen,” jelas Bobby.
Bobby mengharapkan nantinya dengan adanya UU PDP ini tak akan ada lagi pasal karet atau pasal yang diinterpertasikan berbeda mengenai data pribadi oleh pemerintah dan perusahaan yang memproses data pribadi. Sehingga nantinya akan ada kepastian bagi perusahaan-perusahaan yang memproses data pribadi untuk menjadi data agregat, dan akan memajukan ekonomi digital Indonesia.
“Dahulu NIK itu termasuk dalam data pribadi yang tidak bisa diekspos. Namun di ekonomi digital seperti saat ini, NIK dapat diolah dengan menambahkan data prilaku konsumen sehingga menjadi data agregat yang bermanfaat bagi penyelenggaraan Negara terkait dengan kebutuhan konsumsi masyarakat dan ketahanan pangan Indonesia. Mungkin kalau data prilaku hanya 1 orang itu itu tidak akan ada nilainya. Namun jika prilaku dari 1,5 juta orang itu yang memiliki value yang sangat tinggi,”terang Bobby.
Lanjut Bobby dengan adanya kepastian hukum mengenai data agregat ini diharapkan tidak akan ada kriminialisasi terhadap penggunaan data yang telah diproses tersebut. Sehingga nantinya data agregat ini dapat memberikan ruang untuk kebutuhan penyelenggaraan negara, pengembangan bisnis penyelenggaraan telekomunikasi dan digital.