Ucapan Duka Bencana Alam dan Musibah Lainnya Ada Etikanya, Cek di Sini

Jakarta –
Ucapan duka bencana alam maupun musibah serupa semestinya tidak malah menambah luka. Hindari mengungkit-ungkit kenangan pahit yang oleh para ahli psikologi disebut trauma sekunder.
“Yang perlu diingatkan adalah kita semua harus menjaga agar tidak terjadi trauma sekunder,” pesan Kasandra Putranto, Humas Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Kasandra Putranto, dalam tayangan e-Life detikcom, Jumat (15/1/2021).
Keluarga korban musibah Sriwijaya Air misalnya, menurut Kasandra, bisa mengalami trauma sekunder jika terus menerus diingatkan pada peristiwa tragis yang telah terjadi. Akibatnya, malah jadi semakin sedih.
Gurauan dan candaan yang tidak pada tempatnya juga sebaiknya dihindari saat menyampaikan ucapan duka bencana alam maupun musibah apapun. Lebih baik mendengarkan, tetapi tidak berusaha mengorek-ngorek.
“Kita tidak tahu situasi dan kondisinya. Kadang ada yang memang ingin cerita, ada yang tidak. Mengorek-ngorek itu bisa jadi justru menimbulkan luka,” pesan Kasandra.
“Lebih baik memberikan reaksi atau ekspresi simpati empati. kadang-kadang kata-kata tidak diperlukan, yang diperlukan adalah perhatian,” lanjutnya.
Seperti apa bentuk perhatian yang bisa diberikan? Pertanyaan-pertanyaan simpel seperti ‘sudah makan atau belum’ atau ‘apakah sudah tidur’, menurut Kasandra kadang-kadang bisa membuat orang merasa lebih diperhatikan.
Jika ingin menangis, berikan kesempatan untuk menangis karena tidak mungkin ditahan-tahan. Tentu, sambil diperhatikan agar kondisinya tetap stabil.
Tidak kalah penting dari ucapan duka bencana alam maupun musibah lain, adalah memberikan informasi sesuai pada tempatnya. Yang harus dipastikan adalah memberikan perlakuan yang manusiawi meski ada banyak urusan administratif yang harus diselesaikan oleh keluarga yang berduka.
(up/up)