
Skandal Irak dan Korupsi di Indonesia, Bayangi Kinerja Keuangan Ericsson

– CEO Ericsson Borje Ekholm memperingatkan pihaknya dapat terkena hukuman finansial dari otoritas Amerika Serikat, setelah pengungkapan aktivitas historis di Irak selama panggilan hasil Q1-2022. Ekholm juga menyoroti angka-angka dasar yang positif meskipun ada ketentuan yang terkait dengan bisnisnya di Rusia.
Orang nomor satu di perusahaan jaringan telekomunikasi asal Swedia itu, menyebutkan bahwa pihaknya masih terlibat pembicaraan dengan Departemen Kehakiman AS (DoJ) atas potensi pelanggaran terkait dengan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan setelah terungkapnya skandal yang melibatkan Negara Islam (ISIS) di Irak.
Akibatnya skandal tersebut, vendor yang berbasis di Stockholm itu, kemungkinan harus membayar denda baru ke Kementerian Kehakiman AS.
Baca Juga: Nokia Teken Kontrak Radio 5G Pertamanya Di China, Ericsson Merosot
Sebelumnya dalam sebuah wawancara surat kabar pada Februari 2022, Ekholm mengakui bahwa beberapa karyawan Ericsson kemungkinan telah menyuap anggota ISIS untuk dapat melewati daerah yang dikuasai kelompok tersebut di Irak.
Pengakuan itu dibuat sebelum publikasi laporan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang mengungkapkan bahwa penyelidikan internal Ericsson dari 2019 tidak pernah dipublikasikan.
Penyelidikan internal telah mengidentifikasi kemungkinan korupsi antara 2011 dan 2019 dalam operasi perusahaan tersebut di Irak.
“Penyelesaian masalah ini dapat mengakibatkan berbagai tindakan oleh Kementerian Kehakiman AS, dan mungkin termasuk pembayaran moneter tambahan, yang besarnya saat ini belum dapat dipastikan,” kata Ekholm, seperti dikutip AFP.
Imbas dari skandal itu, saham Ericsson kehilangan hampir seperempat nilainya sejak Februari 2022.
Sebelumnya, Ericsson telah setuju membayar denda satu miliar dollar AS kepada otoritas AS untuk menutup kasus korupsi di empat negara. Masing-masing Djibouti, China, Vietnam, Indonesia, dan Kuwait pada 2019. Ini merupakan bagian dari perjanjian penangguhan penuntutan (deferred prosecution agreement).
Baca Juga: Ericsson: Indonesia Jadi Kunci Meningkatnya Pengguna 5G Global
Di luar setelah pengungkapan Irak, upaya Ericsson untuk mendorong penjualan di pasar utama diklaim semakin berkembang baik dan melanjutkan momentum di 5G, meskipun membukukan penurunan laba bersih 8 persen tahun-ke-tahun menjadi SEK2,9 miliar ($307,2 juta).
Tercatat, pendapatan sebesar SEK55,1 miliar naik 11 persen selama kuartal tersebut. Ericsson juga mencatat kerugian SEK300 juta dari revaluasi aset yang dimiliki oleh lengan investasinya.
Di sisi lain, pada Senin,(11/4/2022), Ericsson mengumumkan bahwa mereka akan menyisihkan 900 juta kronor untuk menambal pukulan finansial akibat penangguhan kegiatannya di Rusia selepas invasi Rusia ke Ukraina.
Ekholm mencatat bahwa perusahaan telah menghabiskan dana untuk menimbun berbagai komponen sebagai tanggapan atas berlanjutnya masalah rantai pasokan global di Q1 dan berharap peningkatan investasi ini akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: Seperti Samsung, Ericsson Juga Babak Belur di China
Menunjuk pada momentum lanjutan dalam penjualan perangkat jaringan di AS, Eropa dan Amerika Latin, dia mencatat bahwa pihaknya telah membukukan “kuartal solid lainnya” menambahkan “ada beberapa efek satu kali pada kuartal ini, yang disayangkan, tetapi terjadi dalam bisnis”.
Skandal Irak dan Korupsi di Indonesia, Bayangi Kinerja Keuangan Ericsson
