Shopee Affiliates Program

Saat WHO Kehabisan Kata-kata Gambarkan Kengerian Situasi di Gaza

Jakarta

Lebih dari 9.200 korban tewas dilaporkan di Gaza imbas serangan masif Israel. Pengeboman besar-besaran Israel ke Gaza belakangan bahkan semakin intensif, dengan menyerang sekolah, tempat penampungan, area rumah sakit, hingga tak tanggung-tanggung ambulans.

“Kami kehabisan kata-kata menggambarkan kengerian yang terjadi di Gaza,” beber Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari Reuters, Sabtu (4/11/2023).

WHO melaporkan sebagian besar korban merupakan anak-anak dan wanita. Rumah sakit penuh sesak, antrean kamar mayat membludak, hingga dokter terpaksa melakukan operasi tanpa anestesi di tengah krisis obat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk menyambungkan bantuan ke Gaza saja, WHO mengaku kesulitan lantaran tidak bisa menjamin keselamatan staf medis mereka. Pasalnya, menurut Kepala Darurat WHO Mike Ryan, staf internasional atau rumah sakit lapangan yang memasuki Gaza memerlukan jaminan keamanan dan harus dijalankan bersamaan dengan sistem yang ada agar bantuan bisa disalurkan secara efektif.

“Kami tidak pernah merasa sulit untuk menetapkan aturan dasar keterlibatan yang memungkinkan kami bertindak dengan cara kemanusiaan yang tepat,” katanya.

“Tugas kami adalah menyelamatkan nyawa. Itu adalah satu-satunya tugas kami,” sambung dia.

Semua Warga Gaza Bak Menanti Kematian

Para relawan yang bertugas di tempat penampungan, salah satunya di Nabius, menjadi saksi keputusasaan banyak warga Gaza. Terlebih, ketersediaan sumber daya mereka hampir habis dan tempat tersebut kemungkinan tidak bisa dibuka lebih lama lagi untuk terus menampung warga yang berlindung.

“Semua orang mengkhawatirkan keluarga mereka, dan kami sangat cemas dan stres.”

Sulaiman Amad, akademisi di Universitas Nasional An-Najah di Nablus yang memimpin tim beranggotakan 15 relawan, mengelola tempat pengungsian di stadion tersebut, mengaku seperti hidup tanpa raga.

“Aku sudah mati,” katanya.

“Saya tidak punya perasaan. Banyak teman saya yang dibunuh oleh Israel jadi saat ini saya seperti kehilangan emosi, setelah begitu banyak kehilangan.”

Di tengah meningkatnya penangkapan oleh pasukan Israel di Tepi Barat, Sulaiman mengatakan dia tidak yakin sampai kapan tempat penampungan yang dibantunya, akan tetap aman sebagai tempat perlindungan bagi para warga Gaza.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dirasakan pria berusia 28 tahun. Dirinya bahkan mengaku pasrah dan hanya ingin menyusul keluarganya yang sudah meninggal dunia.

“Tidak ada masa depan lagi. Saya hanya ingin kembali ke Gaza dan mati bersama keluarga saya. Apakah mereka akan hidup? Apakah saya dapat menemukannya? Apakah kita akan mengungsi?”

Terima kasih telah membaca artikel

Saat WHO Kehabisan Kata-kata Gambarkan Kengerian Situasi di Gaza