RI Waspada! Singapura Temukan Kasus Pertama Varian ‘Delta Plus’ AY.4.2

Jakarta –
Singapura baru saja mengonfirmasi temuan kasus impor COVID-19 pertama subvarian Delta AY.4.2 atau varian Delta Plus pada Selasa (26/10/2021). Hal ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan pada Kamis (28/10/2021) malam.
Kementerian Kesehatan menambahkan, hingga kini tidak ada bukti penyebaran ke masyarakat dari kasus tersebut.
“Sementara efeknya masih dipelajari. AY.4.2 saat ini diperkirakan serupa dengan subvarian Delta lainnya dalam hal penularan dan tingkat keparahan penyakit,” terang Kementerian Kesehatan, dikutip dari The Straits Times, Jumat (29/10/2021).
Diketahui, subvarian Delta Plus merupakan mutasi dari varian Delta COVID-19. Varian ini adalah kombinasi dari varian Delta AY.4 dan mutasi lonjakan S:Y145H.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan subvarian Delta Plus sebagai Variant of Interest (VoI), namun belum tergolong varian yang menjadi perhatian atau Variant of Concern (VoC).
BBC melaporkan bahwa menurut para ahli, tidak ada indikasi bahwa subvarian AY.4.2 lebih menular atau lebih berbahaya daripada varian Delta sebelumnya. Akan tetapi, masih dilakukan pendalaman lebih lanjut terkait hal ini.
Database pelaporan virus GISAID menyebut, kasus subvarian Delta Plus telah ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagian Eropa Barat. Diketahui, lebih dari 6 persen kasus subvarian ini terjadi di Inggris.
Profesor biologi sistem komputasi University College London, Francois Balloux, menyebut subvarian AY.4.2 belum terpantau mendorong peningkatan jumlah kasus di Inggris.
“Karena AY.4.2 masih pada frekuensi yang cukup rendah, peningkatan 10 persen dalam penularannya hanya dapat menyebabkan sejumlah kecil kasus tambahan,” katanya.
“Ini bukan situasi yang sebanding dengan kemunculan Alpha dan Delta yang jauh lebih menular (50 persen atau lebih) daripada strain apa pun yang beredar saat itu,” lanjut Balloux.