Pengamat: Tanpa Adanya Backbone Fiber Optic, 5G Tidak Terlaksana  

Jakarta, – Muhammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB menyebut 5G tidak akan terlaksana tanpa adanya Backbone fiber optic.

“Jadi harus dipastikan terlebih dahulu fiber optic sampai ke daerah tujuan. Lalu operator yang paling siap dengan backbone fiber optic berarti bisa mengelar 5G,” katanya, kepada , Senin (11/1).

Sejauh ini jaringan fiber optic di Indonesia telah mencapai 348.442, namun hal ini belum cukup menjangkau. Berdasarkan data ada 12 ribu lebih desa/kelurahan belum terjangkau jaringan 4G, bahkan sekitar 150 ribu titik layanan publik belum memiliki akses internet yang memadai.

Baca juga: Telkom Gelar 166.343 KM Fiber Optic ke Seluruh Negeri

Secara potensi paling dekat guna mengakselerasi 5G ialah pemanfaatan frekuensi 700 MHz, yang akan diperoleh 2 tahun lagi melalui kebijakan migrasi TV analog ke TV digital atau Analog Switch Off (ASO).

Ridwan mengatakan memang ini bakal menjadi andalan untuk coverage, namun lebarnya hanya 2×45 MHz Frequency Division Duplexing (FDD), “jadi hanya untuk 1 operator, dengan demikian harus dikompetisikan kembali untuk operator yang benar-benar siap membangun sampai ke pelosok negeri,” ungkapnya.

Selain itu ada juga frekuensi extended C 3,5 MHz, tepatnya dari 3,3-3,6 MHz, lalu ada 300 MHz, yang bisa untuk 3 operator. Ada juga frekuensi 2,6 GHz setelah izin frekuensi indovision berakhir di tahun 2024, “lebarnya 150 MHz paling untuk 1 atau 2 operator,” sambung Ridwan.

Baca juga: Siapkan Jaringan 5G, XL Axiata Lanjutkan Fiberisasi

Pita frekuensi radio 2,3 GHz rentan 2360-2390 MHz, yang diperoleh Smartfren, Telkomsel dan Tri Indonesia melalui proses lelang untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler di Kominfo juga merupakan frekuensi 5G juga.

“Namun sayangnya bandwidth operator sempit. Telkomsel dan Smartfren saja yang lumayan 40 MHz, Tri Indonesia hanya 10 MHz. 40 MHz itu kurang efektif untuk 5G, tapi bisa untuk pembuka. Lumayan dari speed masih akan lebih tinggi sedikit dari pada 4G, tapi tidak optimal. Optimalnya kalau lebarnya itu 100 MHz,” papar Ridwan.

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan realisasi 5G baru akan dilakukan pada 2021. Frekuensi jaringan telekomunikasi yang berjalan saat ini ada pada 450 MHz, 800 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, hingga 2,1/2,3/5 GHz, diharapkan beberapa pita frekuensi tersebut bisa digunakan untuk 5G.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Widodo Muktiyo pun menegaskan untuk mengakelesari 5G pemerintah telah menargetkan adanya kandidat pita frekuensi baru. Misalnya, pita frekuensi 700 MHz yang baru akan diperoleh di 2021-2022. Kemudian 3,3-3,5 GHz tersedia sekitar tahun 2023, yang sementara ini masih digunakan oleh satelit, lalu ada juga 2,6 GHz yang akan direncanakan hadir di 2025, serta 26 dan 28 GHz pada 2022-2023.

Terima kasih telah membaca artikel

Pengamat: Tanpa Adanya Backbone Fiber Optic, 5G Tidak Terlaksana