
Pengamat: Operator yang Berusaha Mengumpulkan Frekuensi Hingga 100 MHz Jangan Diganggu

Jakarta, – Kesepakatan untuk merger antara Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia, yang nantinya bakal mengusung nama PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison) dianggap bakal mengubah peta persaingan operator selular di Indonesia, dan juga peta kekuatan khususnya mengenai penguasaan frekuensi.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, mengenai frekuensi hasil penggabungan operator, meyakini Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menjalankan fungsinya sesuai aturan yang berlaku.
“UU Cipta Kerja telah mengatur hal itu secara jelas bahwa dimungkinkan frekuensi untuk digunakan secara bersama antar operator atau bahkan dialihkan dari satu operator ke operator lainnya. Aturan pelaksanaannya pun sudah jelas ada dalam PP No.46/2021 tengan Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Sehingga, saya yakin bahwa Menteri Kominfo akan menjalankan fungsinya sesuai dengan aturan tersebut dan tentunya akan membuat industri ini menjadi lebih sehat dan mendorong operator telekomunikasi lain melakukan konsolidasi,” terangnya kepada Selular, Senin (4/10).
Terlebih di era adopsi 5G, operator telekomunikasi membutuhkan 100 MHz agar dapat memberikan layanan 5G secara optimal. Maka agar speednya optimal, dibutuhkan frekuensi 100 MHz.
“Sehingga, kalau operator berusaha mengumpulkan frekuensi hingga 100 MHz baiknya jangan diganggu karena ujungnya adalah bagaimana memberikan layanan optimal pada masyarakat. Apalagi kecepatan internet kita kan memang masih kurang bagus di kawasan Asia Tenggara dimana di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Dan pemerintah memiliki tanggung jawab menyediakan frekuensi sebagai jalan tol langit agar internet Indonesia makan meningkat dan tidak kian tertinggal di antara negara-negara di kawasan,” cetus Heru.
Lalu menurut mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia dua periode ini, perkembangan industri telekomunikasi dalam satu dekade terakhir disebutnya dalam kondisi tidak sehat dan memprihatinkan.
Meski secara jumlah meningkat dimana hingga Januari 2021 jumlah total pengguna ponsel kita menurut catatan We are Social Hootsuite mencapai 345,3 juta, namun jumlah pengguna sesungguhnya sudah mencapai titik jenuh.
Selain itu, secara bisnis, banyak operator dalam kondisi berdarah-darah. Kalaupun dalam beberapa tahun terakhir ada operator yang berubah dari kondisi rugi ke laba, maka itu terjadi karena operator telekomunikasi menjual asetnya yang berupa menara telekomunikasi, data center dan mengubah teknologi yang tadinya dimiliki menjadi manage service.
Menurut Heru, kondisi inilah yang membuat operator mau tidak mau melakukan konsolidasi. Apalagi, era disrupsi dan pandemi juga memukul banyak bisnis dan perusahaan.
“Selama ini memang tidak sehat. Transformasi harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan konsolidasi. Pilihannya, konsolidasi untuk bertahan hidup dan kemudian maju bersama, atau mati,” tandas Heru.
Pengamat: Operator yang Berusaha Mengumpulkan Frekuensi Hingga 100 MHz Jangan Diganggu
