Pembangunan Infrastruktur TIK Dukung Rencana Pitalebar Indonesia

Jakarta, – Kementrian Komunikasi dan Informatika akan terus mengupayakan percepatan transformasi digital dengan serius dan konsisten. Salah satu wujudnya adalah dengan menyelesaikan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia yang merata dan berkualitas.

Menurut Johnny Gerard Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, saat ini pemerintah sudah membangun jaringan tulang punggung (backbone fiber optic) sepanjang 348 ribu km. Dari jumlah tersebut, 12 ribu km merupakan jaringan palapa ring yang dibangun oleh BLU BAKTI Kemenkominfo. Kemenkominfo juga berencana akan meluncurkan satelit multi fungsi SATRIA, yang telah tertunda setahun financial closing-nya.

Untuk lebih mempercepat pengentasan kesenjangan layanan internet di Indonesia dan untuk mendorong akselerasi Transformasi Digital dan Digitalisasi Layanan Publik, Kemenkominfo mengusulkan tambahan dana 17 triliun di tahun 2021. Sehingga total dana yang dibutuhkan Kemenkominfo di tahun 2021 menjadi Rp22,573 triliun.

Ian Joseph, Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) merespon positif tambahan dana yang diusulkan pemerintah tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi untuk kebutuhan pemerintah, seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Dan ini sejalan dengan Rencana Pitalebar Indonesia.

“Seharusnya pembangunan jaringan telekomunikasi untuk e-government dan sekolah memang seharusnya menggunakan dana pemerintah. Ini sejalan dengan Rencana Pitalebar Indonesia. Sehingga Ketika sekolah dan kantor pemerintah membutuhkan layanan telekomunikasi mereka tak perlu menggeluarkan uang lagi. Setelah pandemik baru kelihatan bahwa tak ada infrastruktur telekomunikasi yang dibangun pemerintah untuk mendukung e-government,”ungkap Ian.

Sejatinya proyek e-government, adalah membangun jaringan infrastruktur telekomunikasi untuk kebutuhan pemerintahan dan layanan umum. Jaringan yang menggunakan kabel serat optik ini akan menghubungkan setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada di seluruh Indonesia. Namun sejalannya waktu, karena kendala anggaran dan jangkauan yang luas, kini e-government yang digunakan pemerintah memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki perusahaan telekomunikasi.

Memang benar saat ini pemerintah sudah memiliki jaringan Palapa Ring. Namun jaringan itu masih backbone. Belum sampai menghubungkan ke kantor pemerintahan atau layanan umum lainnya. Seharusnya Palapa Ring itu bisa menghubungkan setiap SKPD sehingga e-government dapat berjalan dengan baik. Namun kenyataannya Palapa Ring sudah selesai namun e-government tetap tak terimplementasi. Salah satu kendala yang membuat jaringan Palapa Ring tak optimal karena BAKTI tidak menyediakan jaringan hingga dapat dinikmati masyarakat.

“Makanya sudah benar jika saat ini Menteri Johnny menggenjot kembali pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Diharapkan dana tersebut dapat menambah jumlah jaringan backhaul dan lastmile di seluruh Indonesia. Tujuannya agar semua kegiatan di Indonesia menggunakan link lokal. Bukan link internasional,”kata Ian.

Dalam membangun jaringan telekomunikasi untuk keperluan pemerintah ini, seharusnya Kementrian Kominfo dapat menggandeng beberapa pihak sebagai tim komite seperti Kementrian PPN/ Bappenas, Kementrian Keuangan, Kementrian BUMN, BPK, KPK, dan Kejaksaan Agung. Tujuannya agar kejadian penyalahgunaan dana seperti pada proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) tidak terjadi lagi, sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Infrastruktur TIK dapat berjalan dengan efektif.

Selain melibatkan beberapa kementrian/ lembaga sebagai tim komite, Ian menilai pembangunan jaringan telekomunikasi milik pemerintah harusnya dilakukan oleh perusahaan BUMN telekomunikasi. Saat ini beberapa BUMN telekomunikasi seperti PT INTI (Persero) dan LEN (Persero) telah berkecimpung dalam pembangunan jaringan telekomunikasi.

Diharapkan dengan bekerjasama antara Kemenkominfo dengan PT INTI atau PT LEN, dapat menciptakan sinergi BUMN dan pemerintah. Terlebih lagi kapasitas serta kapabilitas PT INTI dan PT LEN dalam kancah industri telekomunikasi nasional masih dapat ditingkatkan lagi. Jika ingin lebih cepat dan efisien dalam memberikan layanan broadband kepada masyarakat, mungkin ada baiknya jika Kementrian Kominfo juga mengikutsertakan PT Telkom.

“Dana yang dialokasikan oleh pemerintah tersebut seharusnya dapat disinergikan dengan perusahaan BUMN telekomunikasi. Namun asetnya tetap milik pemerintah. Sehingga nantinya BUMN hanya sebagai pihak yang membangun dan memelihara jaringan. Karena pemerintah tidak punya pengalaman dalam membangun dan memelihara jaringan makanya mereka harus menggandeng BUMN,”ujar Ian.

Ian melihat dana tambahan sekitar Rp 17 triliun tidak cukup untuk menghubungkan SKPD yang ada di seluruh Indonesia. Karena dananya terbatas, seharusnya Kemenkominfo dapat melakukan pembangunan jaringan pemerintah di beberapa kota terlebih dahulu.

Karena dampak COVID-19 membuat kondisi keuangan pemerintah juga semakin terbatas. Melihat kondisi tersebut, Ian meminta agar pengadaan satelit SATRIA yang menelan dana tidak kurang dari Rp 21 triliun (belum termasuk ground segment) juga dapat dievaluasi terlebih dahulu.

Angka tersebut belum termasuk biaya pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perangkat ground segment di setiap titik yang akan dihubungkan oleh SATRIA. Jika dihitung total kebutuhan dananya bisa mencapai diatas Rp 90 triliun.

Diakui Ian, memang sebaiknya negara memiliki satelit sendiri untuk menghubungkan SKPD yang berada di lokasi terpencil dengan kondisi geografis yang menantang. Namun karena keterbatasan anggaran, Ian berharap pemerintah dapat memilih teknologi lainnya yang harganya jauh lebih kompetitif.

“Dalam 5 tahun ke depan kita akan banyak membutuhkan bandwidth untuk menghubungkan SKPD seluruh Indonesia. Termasuk di daerah terpencil di Indonesia. Namun kita tak mempedulikan teknologi yang dipergunakan. Sehingga kalau ada teknologi yang lebih murah dan handal itu bisa dijadikan prioritas agar tidak terjadi pemborosan uang Negara. Saat ini teknologi satelit LEO atau HAPS, boleh dipertimbangkan Kementrian Kominfo. Secara daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi merupakan daerah terpencil yang tak menguntungkan bagi operator telekomunikasi,”pungkasnya.

Terima kasih telah membaca artikel

Pembangunan Infrastruktur TIK Dukung Rencana Pitalebar Indonesia