Mutasi Corona D614G, 10 Kali Lebih Menular Tapi Tak Lebih Mematikan

Jakarta –
Belum lama ini heboh soal mutasi virus Corona 10 kali lebih menular yang ditemukan di Malaysia. Mutasi virus ini sebelumnya umum ditemui di Eropa, Amerika Serikat (AS), dan sebagian negara di Asia.
Dikutip dari laman Reuters, ilmuwan menyebut mutasi virus Corona COVID-19 tersebut mungkin lebih menular, tetapi tidak terlalu mematikan. Mengapa dikatakan seperti itu?
Pakar penyakit menular terkemuka sekaligus Presiden International Society of Infectious Diseases, Paul Tambyah menjelaskan adanya bukti yang menunjukkan mutasi virus Corona tidak berbahaya. Mutasi Corona tersebut bernama D614G di beberapa bagian dunia bertepatan dengan laporan menurunnya tingkat kematian.
Hal ini yang kemudian diyakini oleh pakar bahwa mutasi Corona D614G memang tidak terlalu mematikan. Bahkan, mutasi Corona malah menjadi kabar baik.
“Mungkin itu hal yang baik untuk memiliki virus yang lebih menular tetapi tidak terlalu mematikan,” ujar Tambyah kepada Reuters.
Tambyah mengatakan, sebagian besar virus tersebut cenderung menjadi kurang ganas saat bermutasi. “Adalah kepentingan virus untuk menginfeksi lebih banyak orang tetapi tidak membunuh mereka karena virus bergantung pada inang untuk makan dan tempat berlindung,” tambahnya.
Para ilmuwan pun menemukan mutasi Corona 10 kali lebih menular pada awal Februari 2020 lalu. Mutasi Corona D614G sebelumnya telah beredar di Eropa dan Amerika lebih dulu sebelum ditemukan di Malaysia.
Menanggapi hal tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)akan melakukan pelacakan.
Menurut ahli epidemiologi dan penyakit infeksi WHO, dr Maria Van Kerkhove, mutasi virus D614G sebenarnya telah menyebar dan teridentifikasi sebelumnya sejak Februari 2020. Virus ini merupakan strain utama yang beredar di Amerika Utara, Eropa, dan kembali lagi ke Asia.
“Hal penting yang kami lakukan adalah melacak virus ini. Informasi terkait virus ini juga sudah dibagikan. Lalu, kami juga bekerja sama dengan kelompok khusus yang dibentuk beberapa waktu lalu,” kata dr Maria di konferensi pers kantor Jenewa WHO, Rabu (19/08/2020).
dr Maria menambahkan, WHO sudah mendiskusikan potensi dari perubahan virus bersama dengan kelompok penelitian lainnya sejak Januari lalu. Riset ini pun tidak hanya mengidentifikasi adanya perubahan mutasi, tetapi riset ini juga memperhatikan perbedaan perilaku pada setiap virus.
“Kami sudah mendiskusikannya sejak Januari. Secara khusus, kami pun membentuk kelompok penelitian untuk melihat setiap perubahan yang terjadi. Mutasi mana yang penting, mutasi mana yang virusnya berpotensi memiliki perilaku berbeda, dan bagaimana mempelajarinya,” pungkasnya.