Menunggu Jodoh, Smartfren Siap Merger!

Jakarta, – Disela kabar merger Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I) yang masih berlangsung, Deputi CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim, dalam acara press conference virtual unlimited relaunch menyebutkan jika pihaknya siap dan terbuka untuk melakukan kolaborasi dengan operator selular lainnya.
“Smartfren selalu terbuka untuk bekerja sama dengan operator mana pun yang memungkinkan tentunya. Smartfren telah merintis beberapa kegiatan ataupun aktivitas, langkah-langkah untuk mengarah ke sana (merger),” ungkapnya, Kamis (7/1).
Baca juga: Teken MoU, Merger Tri Indonesia Dan Indosat Ooredoo Berlanjut?
Penjabaran pasti soal operator mana yang kemungkinan bakal merapat ke Smarfren tidak diungkap oleh Djoko, namun dirinya menekankan jika merger seperti ajang jodoh-jodohan.
“Tentunya jika perusahaan besar mau ‘kawin’ itu banyak lah hal yang harus diatasi secara bersama. Secara formal kita siap merger dimana pun dan dengan siapa pun, kita akan lakukan tapi tergantung kecocokan masing-masing operator,” sambungnya.
Menanggapi konsolidasi yang sedang berlangsung, Djoko menangapinya dengan santai. “Smartfren menyikapinya secara positif, berarti kompetitor berkurang satu,” tandasnya.
Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mendorong agar operator melakukan konsolidasi. Menurut Kristiono, ketua umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) yang menyambut positif rencana merger Indosat Ooredoo dan H3I, menilai jika konsolidasi operator dapat menyehatkan pelaku industri itu sendiri.
Baca juga: Catatan Akhir 2020: Menakar Peluang Keberhasilan Merger Indosat dan Tri Hutchison
“Kalau terjadi konsolidasi ini akan memperkuat struktur industri dan menyehatkan pelaku industri itu sendiri. Sehingga pembangunan infrastruktur kedepan akan berjalan lebih baik lagi,” katanya.
Kominfo pun sebelumnya menyebut jumlah operator di Indonesia terlalu banyak, dan perlu dikerucutkan hingga 3 atau 4 operator. “Ini karena sumber daya frekuensi terbatas, dan biyaya investasi untuk membangun jaringan di seluruh Indonesia itu mahal, dimana rata-rata pengeluaran modal (Capex) operator 28 pct dari pendapatanya,” katanya.
Melalui merger pula struktur permodalan, SDM, manajemen, dan kecepatan dalam mengambil keputusan bisnis operator menjadi lebih lugas dan cepat. Khususnya untuk capex dan operating expenditure (opex) dalam pembangunan infrastruktur TIK di wilayah kerja non-3T (tertinggal, terdepan dan terluar) yang saat ini belum dibangun.