Menerka Kinerja Xiaomi, Pasca Dimasukkan Ke Dalam Daftar Hitam AS

Jakarta, – Hanya sepekan sebelum lengser dari kursi kepresidenan AS, Donald Trump memberikan kado perpisahan yang menyesakkan bagi Xiaomi. Sesuai perintah eksekutif yang ditandatanganinya pada November 2020, Xiaomi menjadi pemain industri terbaru yang menghadapi peningkatan pembatasan dari pemerintah AS.

Dalam pernyataan yang diumumkan pada Kamis (14/1/2021), Departemen Pertahanan AS (DoD) mengatakan pihaknya memiliki sembilan “perusahaan militer Komunis China” yang beroperasi secara langsung atau tidak langsung di AS, termasuk Xiaomi.

Melengkapi pengumuman dari DoD itu, Departemen Perdagangan AS, merilis aturan final sementara tentang “Mengamankan Rantai Pasokan Teknologi dan Layanan Informasi dan Komunikasi (ICTS)”, yang memblokir warga AS untuk melakukan transaksi di sektor tersebut jika teknologi itu dibuat oleh, dikendalikan oleh, atau di bawah yurisdiksi negara asing. Keputusan itu dengan sendirinya, membatasi investasi domestik di perusahaan yang diklaim Departemen Pertahanan AS, dimiliki atau dikendalikan oleh militer China.

Selain Xiaomi, perusahaan China lainnya yang masuk dalam daftar hitam adalah Micro-Fabrication Equipment, Luokong Technology, Beijing Zhongguancun Development Investment Center, GOWIN Semiconductor, Grand China Air Company, Global Tone Communication Technology, China National Aviation Holding, dan Commercial Aircraft Corporation of China.

Dengan pembatasan itu, Xiaomi bergabung dengan Huawei, pembuat chip SMIC, dan tiga operator telekomunikasi China (China Mobile, China Unicom, China Telecom) dalam daftar AS. Dari banyaknya perusahaan China yang masuk ke dalam daftar hitam, Huawei menjadi target utama. Departemen Perdagangan membatasi akses vendor yang berbasis di Shenzen itu, ke pemasok teknologi AS karena alasan keamanan nasional.

Meski masih terbatas pada aturan investasi, para ahli mengatakan bahwa keputusan yang dijatuhkan kepada Xiaomi dapat mendorong aturan selanjutnya yang dapat mengekang vendor itu akses ke pasar AS. Baik pengembang perangkat lunak maupun perangkat keras.

Mereka menilai daftar hitam yang diperluas dari Departemen Pertahanan dan peraturan terbaru dari Departemen Perdagangan, memiliki dampak langsung yang terbatas, tetapi dapat merusak jika masih ada lagi yang akan datang.

Menanggapi sanksi tersebut, Xiaomi yang berbasis di Beijing menerbitkan pernyataan pada Jumat (15/1/2021), bahwa produk dan layanannya hanya digunakan untuk tujuan sipil atau komersial.

“Perusahaan menegaskan bahwa itu tidak dimiliki, dikendalikan atau berafiliasi dengan militer China, dan bukan ‘Perusahaan Militer China Komunis’ yang didefinisikan di bawah NDAA,” kata pernyataan itu.

Analis juga skeptis bahwa AS memiliki bukti kuat bahwa Xiaomi memiliki hubungan militer.

“Dia yang memiliki pikiran untuk memukuli anjingnya akan dengan mudah menemukan tongkat,” kata Linda Sui, Direktur Penelitian Strategy Analytics.

Sui menambahkan bahwa tidak seperti pemimpin 5G China Huawei Technologies – yang ditambahkan ke Daftar Entitas Washington pada Mei 2019, memblokirnya dari memperoleh teknologi AS – Xiaomi hanya berfokus pada produk konsumen seperti smartphone dan perangkat rumah pintar.

Namun, belum pasti apakah larangan investasi akan diperluas untuk mencakup pembatasan pada rantai pasokan perusahaan, terutama pasokan chipnya.

“Faktor yang sangat penting adalah bagaimana hubungan Sino-AS berkembang. Banyak perusahaan harus beroperasi di bawah ketidakpastian di masa depan” kata Wakil Presiden Mobilitas lembaga riset Canalys, Nicole Peng, seperti dilansir dari laman SCMP (15/1/2021).

Menurut IDC, pasar Amerika Utara hanya menyumbang kurang dari 0,1 persen dari pengiriman smartphone Xiaomi dalam sembilan bulan pertama tahun 2020. Meski demikian, lebih dari dua pertiga dari smartphone Xiaomi menggunakan semikonduktor dari pembuat chip AS Qualcomm.

“Huawei adalah kasus ekstrim [diblokir dari membeli chip AS]. Tetapi jika ada perusahaan kedua yang mengalami apa yang dialami Huawei, itu sangat menakutkan. Jika Xiaomi dimasukkan ke dalam Daftar Entitas, itu berarti perusahaan China lainnya dapat dimasukkan ke dalam daftar kapan saja”, kata Peng.

Bulan ini, Bursa Efek New York menghapus tiga operator China untuk mematuhi pesanan. Langkah melawan Xiaomi datang hanya beberapa jam setelah AS bergerak untuk membatasi pembelian teknologi jaringan dari lima negara yang berbeda, termasuk China, dengan alasan kekhawatiran tentang keamanan rantai pasokan.

Pasca pengumuman pembatasan oleh AS, Xiaomi sedang meninjau konsekuensi potensial untuk memahami dampak dari langkah tersebut.

Saat ini perusahaan yang didirikan oleh Lei Jun itu terdaftar di bursa saham Hong Kong. Imbas dari pembatasan tersebut, para investor AS terpaksa melepaskan kepemilikan mereka di Xiaomi paling lambat pada November 2021. Saham vendor yang berbasis di Beijing itu, diketahui jatuh lebih dari 11%, masing-masing menjadi $ 29, sesaat setelah pengumuman daftar hitam dikeluarkan oleh DoD. Pembelian saham baru dari perusahaan China yang sebelumnya masuk daftar hitam telah dilarang mulai 11 Januari 2020.

Menurut laporan Bloomberg, investor AS merupakan 15 persen dari pemegang saham Xiaomi pada 10 Januari, grup terbesar ketiga setelah Hong Kong, menurut data Bloomberg.

Di antara pemegang saham AS terbesarnya adalah BlackRock, Vanguard Group, dan State Street Corp. Saham Xiaomi ditutup turun 10,26 persen dalam perdagangan Hong Kong pada hari Jumat.

Masih belum jelas apa dan bagaimana tindakan baru-baru ini terhadap perusahaan teknologi China akan diberlakukan di bawah pemerintahan Joe Biden yang akan datang. Saat ini Biden baru mengungkapkan akan mengambil kebijakan strategis yang berseberangan dengan Donald Trump. Seperti bergabung kembali dengan kesepakatan iklim Paris, membalikkan larangan perjalanan di beberapa negara mayoritas Muslim.

Presiden AS ke 46 itu, juga memutuskan memperpanjang jeda pembayaran pinjaman siswa federal, menangguhkan pengusiran dan penyitaan aset imigran, serta mewajibkan penggunaan masker dalam perjalanan antar negara dan wilayah federal.

“Dalam lima hari kami memiliki pemerintahan yang berbeda sehingga bagaimana mereka menegakkan (atau menghapus) perintah eksekutif Trump seperti ini dan kemudian melanjutkan hubungan dengan China masih harus ditentukan,” kata Matthew Kanterman, analis riset di Bloomberg Intelligence.

Sepertinya Trump baru saja mengeluarkan banyak hal dalam beberapa hari terakhir selagi dia bisa, pungkas Matthew.

Kinerja Mengilap

Masuknya Xiaomi dalam daftar hitam oleh AS karena dianggap memiliki hubungan dengan militer China, tentunya akan membayangi kinerja vendor tersebut ke depannya. Padahal, pencapaian Xiaomi saat ini tengah bagus-bagusnya.

Meski pengiriman smartphone di pasar global menurun sebagai imbas pandemi corona, kinerja Xiaomi justru semakin semakin mengilap. Vendor yang berbasis di Bejing itu, mampu melampaui Apple sebagai tiga besar pembuat smartphone global pada Q3 2020 dalam hal pengiriman.

Menerka Kinerja Xiaomi, Pasca Dimasukkan Ke Dalam Daftar Hitam AS

Menurut laporan Gartner, vendor yang identik dengan harga murah itu, mengirimkan 46,5 juta perangkat untuk meraih posisi nomor tiga secara global, mengalahkan Apple untuk pertama kalinya dengan pangsa 13,1% dan pertumbuhan 42,0% karena kinerja yang kuat di India dan China, yang menyumbang 53% dari volume perusahaan pada Q3-2020. Portofolio perangkat kelas bawah Xiaomi, terutama seri Redmi 9 berkinerja baik di pasar India dan China.

Di Indonesia sendiri, kinerja Xiaomi juga tengah meningkat. Sesuai laporan lembaga riset Canalys, Xiaomi berada di posisi ketiga dengan pangsa pasar 17%. Samsung tergeser ke posisi empat dengan penguasaan hanya 15%. Di posisi pertama dan kedua ditempati oleh Oppo dan Vivo. Keduanya masing-masing menggamit 24% market share. Melengkapi lima besar, ada Realme dengan 14% pangsa pasar.

Mencorongnya kinerja Xiaomi tak lepas dari ‘penderitaan’ yang dialami kompatriotnya, Huawei. Tanpa layanan Google dan dibatasinya pasokan chip utama oleh pemerintah AS, Huawei seolah tak lagi bertaji. Kinerja Huawei langsung terpangkas sangat dalam. Padahal sebelumnya pertumbuhan pendapatan Huawei kerap menyentuh double digit setiap tahunnya.

Firma riset TrendForce memproyeksi produksi smartphone Huawei untuk 2020 hanya akan mencapai 170 juta unit. Angka ini lebih rendah 10% dibandingkan dengan prediksi sebelumnya, yakni 190 juta unit. Dengan produksi yang menurun drastis, pangsa pasar Huawei dipastikan akan menciut dan diprediksi bakal turun ke posisi ke-7 pada 2021.

Melemahnya kinerja Huawei menjadi peluang besar bagi Xiaomi untuk melipatgandakan pengiriman. Sejalan dengan upaya mempertahankan momentum pertumbuhan di pasar-pasar strategis dan juga segmen premium, Xiaomi berencana melakukan berencana untuk meningkatkan modal dari penempatan saham top-up ke listing di Hong Kong dan penjualan obligasi berdurasi tujuh tahun. Lewat aksi korporasi itu, perusahaan menargetkan dapat mengumpulkan hingga $4 miliar.

Bloomberg melaporkan, dana tersebut tampaknya sebagian dialokasikan untuk upaya merebut pangsa pasar lebih lanjut dari saingannya yang berada di bawah tekanan, Huawei.

Mengutip dokumen yang dikeluarkan Xiaomi, Bloomberg menambahkan, selain langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan pangsa, perusahaan berencana menggunakan dana tersebut untuk membuat “investasi ekosistem strategis” dan memperluas bisnis.

Sebelumnya dalam IPO pertama perusahaan pada Juni 2018, Xiaomi mampu mengumpulkan US $4,7 miliar setelah menetapkan harga penawaran umum perdana di Hong Kong pada kisaran terendah yang dipasarkan.

Pembuat smartphone yang berbasis di Beijing itu memberi harga penjualan 2,18 miliar saham masing-masing seharga HK $17 (S $2,95). Xiaomi menawarkan saham masing-masing dengan harga HK $17 hingga HK $22, yang merupakan setengah dari tujuan awal perusahaan.

Diketahui, miliarder George Soros dan perusahaan investasi China Hillhouse Capital termasuk di antara investor yang memesan saham Xiaomi. Kini dengan masuknya Xiaomi ke dalam daftar hitam oleh AS, George Soros dan investor AS lainnya, tak lagi leluasa memiliki saham Xiaomi.

Meski telah menjadi bagian dari perusahaan yang di black list oleh AS, namun dampak terhadap bisnis Xiaomi belum akan terlihat signifikan. Kecuali jika ke depan, AS kembali memperluas “hukuman” terhadap Xiaomi, seperti yang dijatuhkan kepada Huawei. Yaitu, membatasi terhadap layanan Google Android dan suplai chip utama yang menjadi otak smartphone. Jika itu terjadi, Xiaomi dipastikan bakal merasakan ‘kesengsaraan’ seperti yang dialami oleh Huawei.

Terima kasih telah membaca artikel

Menerka Kinerja Xiaomi, Pasca Dimasukkan Ke Dalam Daftar Hitam AS