Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT

Bila suatu negara dengan anggaran pertahanan ngepas, namun menuntut kehadiran jet tempur mumpuni dalam waktu relatif cepat, sementara dari dalam negeri ada ketentuan untuk menerima ToT (Transfer of Technology), maka lantas apa yang dapat dilakukan oleh negara tersebut? Opsi pertama yang mudah dibayangkan adalah membeli jet tempur bekas pakai, tapi ini akan minus pada harapan mendapatkan ToT. Dengan kondisi yang serba dilematis, apa yang bisa dilakukan oleh negara tadi, sementara eskalasi konflik di masa depan bisa pecah suatu waktu.

Baca juga: Bila Indonesia Beli Typhoon Bekas Pakai Austria, Bagaimana Nasib ToT?

Apa yang telah dijalankan oleh Ceko dan Hungaria selama ini, mungkin bisa jadi rujukan yang menarik. Alkisah, kedua negara eks anggota Pakta Warsawa tersebut bergabung dengan NATO, maka tantangan yang mengemuka adalah, bagaimana kedua negara yang sebelumnya hanya mengenal jet tempur buatan Rusia (Uni Soviet), sementara harus beradaptasi dengan persenjataan berstandar NATO.

Dengan ketersediaan budget pertahanan yang tak terlalu besar, kemudian Ceko dan Hungaria memilih program leasing, setelah menimbang-nimbang tawaran F-16 dari Lockheed Martin, persisnya Ceko dan Hungaria sama-sama mempercayakan opsi leasing pada jet tempur asal Swedia, Saab Gripen C/D.

Ceko menandatangani leasing atau sewa guna 14 unit (12 unit Gripen C dan 2 unit Gripen D) pada tahun 2004 dengan Pemerintah Swedia. Leasing sendiri dilakukan lewat mekanisme government to government, dalam hal ini dari Swedia ditangani oleh Swedish Defence Materiel Administration (FMV). Masa leasing ke-14 unit Gripen C/D dipatok 10 tahun, dimulai pada tahun 2005 sampai tahun 2015, dimana nilai kontrak leasing sendiri mencapai US$1 miliar.

Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT

Hungaria juga mengadopsi strategi yang serupa dengan Ceko, yaitu mengakuisisi 14 unit Gripen C/D, dimana masa leasing ke-14 unit Gripen dipatok 10 tahun, dimulai pada tahun 2006 sampai tahun 2016, dengan nilai kontrak leasing mencapai US$924 juta. Nilai leasing Gripen untuk Ceko dan Hungaria disebut-sebut sudah mencakup biaya upgrade sistem dan persenjataan, dimana soal paket senjata tiap negara berbeda pilihan.

Untuk Ceko, saat ini telah memperpanjang kontrak leasing pada tahun 2014 dengan nilai US$76,4 juta, menjadikan Gripen masih menjadi andalan AU Ceko sampai tahun 2027. Langkah memperpanjang kontrak leasing juga diikuti oleh Hungaria, yaitu dengan kocek US$500 juta (temasuk persenjataan), AU Hungaria masih akan mengoptimalkan Gripen sampai tahun 2026.

Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT

Yang membuat penasaran kemudian, bagaimana status jet tempur pasca periode leasing berakhir? Akankah serupa dengan program leasing pada maskapai seperti Garuda Indonesia? Kami yang bertanya kepada Perwakilan Saab Indonesia, memperoleh informasi, bahwa pada dasarnya setelah periode leasing selesai dan kontrak tidak diperpanjang, maka pesawat dapat dibeli oleh negara pengguna, atau pesawat ‘dipulangkan’ ke negara asal. “Namun pada kasus Gripen Ceko dan Hungaria, itu merupakan perjanjian G to G, dimana detailnya pemerintahan masing-masing negara yang tahu,” ujar Perwakilan Saab Indonesia.

Poin menarik dari perjanjian leasing Gripen Ceko dan Hungaria adalah adanya paket ToT dalam bentuk offset. Lantaran yang dikirim berupa pesawat baru, maka pihak pabrikan dengan senang hati memberikan itu. Dalam rilis 6 Desember 2002, Kementerian Ekonomi dan Transport Hungaria menyebut pihaknya mendapatkan offset senilai 165 juta euro pada kontrak leasing perdana dengan Saab. Bentuk ToT pun bisa berlaku in-direct, artinya tak harus terkait dengan jet tempurnya sendiri.

Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT

Ketika konteks di atas dikaitkan dengan rencana pembelian 15 unit Eurofighter Typhoon milik AU Austria oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, maka ada beberapa hal menarik untuk dicermati.

Ada pemahaman bahwa dengan membeli bekas pakai, maka jet tempur yang diinginkan bisa datang lebih cepat dari beli baru. Kebanyakan memang demikian, namun pengalihan jet tempur dari suatu negara ke negara lain (jika disetujui) membutuhkan proses yang tak bisa selalu singkat. Minimal perlu rekondisi dan sejumlah upgrade pada sistem, seperti Typhoon milik Austria adalah varian standar di Tranche 1. Meski usia pakainya rendah, namun Typhoon Austria sudah digunakan selama 13 tahun (diterima mulai tahun 2007).

Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT

Sementara, merujuk pada pernyataan Saab Indonesia di tahun 2016, jika Indonesia mengorder Gripen C/D, maka pesanan pertama dapat diterima satu tahun sejak kontrak efektif berjalan. Berdasarkan keterangan dari Saab, jalur produksi yang siap dalam waktu relatif cepat adalah fasilitas perakitan untuk Gripen C/D.

Baca juga: Jajal Dogfight, J-11 (Sukhoi Su-27) Kalah Telak dari Gripen, Ini Dia Sebabnya!

Meski belum punya reputasi dalam pertempuran udara yang sesungguhnya, Gripen C yang dioperasikan AU Thailand sempat melambung namanya di tahun 2016, dimana Gripen Thailand mampu mengalahkan secara telak J-11 (Sukhoi Su-27) milik AU Cina dalam sebuah uji dogfight di Lanud (Pangkalan Udara) Korat, Thailand. (Haryo Adjie)

Terima kasih telah membaca artikel

Leasing Jet Tempur ala Ceko dan Hungaria, Solusi Kebutuhan Alutsista Secara Cepat dengan ‘Paket Meriah’ Plus Dapat ToT