Kominfo Akan Paksa TikTok hingga WhatsApp Buat Pusat Data di Indonesia

JAKARTA, – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengkaji aturan yang memaksa perusahaan teknologi seperti Instagram, Facebook, WhatsApp hingga TikTok membuat pusat data alias data center di Indonesia.
TikTok tercatat memiliki data center di Singapura dan Malaysia.
Sementara itu, Facebook, Instagram, dan WhatsApp mempunyai pusat data di Amerika Serikat, Irlandia, Denmark, dan Singapura.
“Over the top atau OTT perlu diatur,” ujar Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam rapat kerja bersama komisi I DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/6/2024).
“Kominfo dan DPR perlu berdiskusi khusus mengenai kedaulatan data di Indonesia, termasuk bagaimana memindahkan pusat data mereka ke Indonesia,” sambungnya.
TONTON JUGA:
[embedded content]Hal itu ia sampaikan ketika Komisi I DPR mempertanyakan keamanan data pengguna yang memakai layanan Starlink.
Budi menyampaikan bahwa layanan over the top seperti WhatsApp, Telegram, iMessage, YouTube, dan sejenisnya sebenarnya lebih perlu diatur, karena jumlah penggunanya di Indonesia cukup besar.
Baca juga: Kominfo Ungkap Rahasia Perizinan Starlink, Sempat Tolak Buat PT di Indonesia
“Jadi, jika berbicara mengenai kedaulatan data, ada 250 juta orang Indonesia yang memakai WhatsApp,” kata Budi Arie.
“Starlink paling baru dipakai 1.000 sampai 2.000 orang,” lanjutnya.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi pernah menyampaikan, perlu ada regulasi terkait layanan over-the-top.
Menurut dia, industri telekomunikasi di Indonesia mengalami disrupsi cukup dalam seiring hadirnya layanan OTT.
Dia mencontohkan turunnya trafik layanan SMS atau panggilan suara seluler yang kini digantikan oleh penyedia layanan OTT seperti WhatsApp atau Telegram.
Perubahan itu berdampak kepada posisi operator telekomunikasi yang sekarang cenderung menjadi penyedia infrastruktur tanpa mendapatkan manfaat finansial yang sebanding.
Selain itu, perusahaan OTT belum dikenakan pungutan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Baca juga: KPPU: Tidak Ada Predatory Pricing, Kami Terus Awasi Starlink
Padahal, potensi pemasukan negara dari pungutan terhadap penyedia layanan over the top sangat besar.
Oleh karena itu, dia menilai pentingnya pengaturan terhadap layanan OTT untuk memastikan adanya keseimbangan dan berkelanjutan di antara pelaku industri telekomunikasi dan OTT.
SIMAK JUGA:
Ikuti berita di Google News