Kasus DBD di RI ‘Ngegas’ Terus, Kapan Puncaknya Terlewati? Ini Prediksi Pakar

Jakarta

Puncak kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia lebih sering terjadi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, puncak DBD saat ini terjadi kurang lebih tiga tahun sekali, dari semula baru akan mencapai puncak di 10 tahun setelah kasus sebelumnya terlewati.

Misalnya, dari puncak DBD 1986 baru terjadi lagi di 1998, kemudian tren berikutnya di 1998 hingga 2008. Setelah itu, puncak DBD relatif lebih intens, dari 2012 ke 2014, lalu kembali terjadi di 2020 dan 2022.

“Terjadi pemendekan siklus tahunan dari 10 tahun menjadi 3 tahun bahkan kurang. Kasus dengue ini meningkat seiring dengan fenomena El Nino,” terang Wamenkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (25/3/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih Sulit Diprediksi

Senada, pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai prediksi puncak kasus terkait DBD saat ini lebih sulit diprediksi seiring dengan perubahan iklim. Artinya, potensi ledakan kasus sewaktu-waktu masih bisa sering terjadi.


ADVERTISEMENT

“Yang namanya musim hujan, kemarau, ini tidak seperti dulu ya, tegas sekali batasnya, ini artinya kenapa? Kalau potensi ledakan aedes aegypti yang menyebabkan DBD ini berkaitan dengan musim hujan, genangan air, itu yang di luar dan agak sulit diprediksi, meskipun itu tampungan airnya hanya bersifat satu sendok lah, itu sudah lebih dari cukup untuk berkembang biak,” tutur dia saat dihubungi detikcom Senin (25/3).

“Selama DBD bisa berkembang biak bisa menggigit manusia, di situlah artinya terjadi sebaran, bicara prediksi kita harus pertama melihat musim hujan relatif agak sulit,” sorotnya.

Menurut Dicky, upaya pengendalian jentik nyamuk agar tidak terus berkembang biak perlu menjadi perhatian utama, selain teknologi wolbachia yang tengah digencarkan, upaya fogging di rumah hingga sejumlah kantor juga tidak boleh ditinggalkan.

Sementara untuk pencegahan pribadi, dipastikan agar tidak rentan terkena gigitan, hal ini juga demi memutus rantai penularan berikutnya.

“Berikutnya memutus rantai penularan mencegah jangan sampai manusia ini tergigit nyamuk, misalnya di kantor-kantor ada elektrik fogging, di rumah juga misalnya memakai tangan panjang kaos kaki, kemudian juga penggunaan repellant dan sebagainya atau kelambu dan lain sebagainya,” sambung dia.

Meski case fatality rate atau angka kematian DBD relatif rendah di bawah satu, kasus kematian DBD bisa membludak saat jumlah kasus berada di angka ribuan hingga jutaan.

“Artinya jangan terkecoh dengan CFR yang kecil itu,” tegasnya.

NEXT: Provinsi dengan Kenaikan Kasus DBD

Terima kasih telah membaca artikel

Kasus DBD di RI ‘Ngegas’ Terus, Kapan Puncaknya Terlewati? Ini Prediksi Pakar