
Kala Apple Tak Kebal Dari Krisis Pasokan Chip

Jakarta, – Anjloknya bisnis smartphone yang digeluti Huawei, imbas sanksi Amerika Serikat yang diberlakukan sejak 2019, memberi kesempatan kepada para pesaingnya untuk melipatgandakan pertumbuhan. Salah satu vendor yang menikmati “kejatuhan” Huawei itu adalah Apple.
Laporan Counterpoint mengungkapkan, raksasa teknologi yang berbasis di Cupertino, California itu, meraih 75% dari keseluruhan laba operasi pasar handset sepanjang kuartal kedua 2021. Apple juga meraih 40% dari pendapatan walaupun hanya menyumbang 13% yang relatif moderat untuk pengiriman handset global.
“Kinerja gemilang itu menunjukkan kekuatan merek yang dimiliki Apple. Namun pencapaian itu masih lebih rendah dari puncak Q4 2020 ketika pangsa pendapatan Apple mencapai 86% yang belum pernah terjadi sebelumnya, naik dari 51% pada kuartal sebelumnya,” kata firma riset asal Hong Kong itu.
Menurut Counterpoint, terdapat lonjakan signifikan dalam pangsa pengiriman Apple, dari 9% menjadi 17% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal itu mencerminkan keberhasilan seri iPhone pertama yang mendukung 5G, tambah Counterpoint.
Selain meraih pendapatan dan laba yang signifikan, Counterpoint juga mendaulat Apple sebagai raja smartphone kelas premium yang sulit digantikan.
Kajian Counterpoint menunjukkan, pasar smartphone premium global (model dengan harga $400 ke atas) mencatat pertumbuhan penjualan 46% YoY pada Q2 2021. Pertumbuhan di segmen premium itu melampaui pertumbuhan pasar secara keseluruhan sebesar 26% YoY.
Selain itu, pangsa segmen premium dalam penjualan smartphone global juga meningkat menjadi 24% pada Q2 2021, dibandingkan dengan 21% di Q2 2020.
Apple terus memimpin segmen premium, menguasai lebih dari setengah penjualan selama kuartal tersebut, diikuti oleh Samsung dan Huawei. Sejak peluncuran seri iPhone 12 pada Q4 2020, Apple tetap menguasai lebih dari 50% pangsa pasar smartphone premium.
Sebagian besar pertumbuhan pasar premium pada Q2 2021 didorong oleh Apple, yang melaporkan pertumbuhan penjualan 74% YoY di segmen premium pada momentum kuat dari seri iPhone 12 karena pengguna iPhone bersedia beralih ke perangkat 5G.
Rantai pasokan Apple juga sangat tangguh dalam mengelola kekurangan komponen dan memperoleh keuntungan dari penurunan Huawei di sejumlah kawasan, seperti China dan Eropa. Apple adalah OEM terbesar di segmen premium di semua wilayah.
Counterpoint menambahkan, pada segmen premium semua kelompok harga mengalami pertumbuhan, dengan pertumbuhan tertinggi mencapai (182% YoY) terlihat pada kelompok ultra-premium (>$800).
Ini terutama disebabkan oleh momentum kuat dari iPhone 12 Pro Max dan iPhone 12 Pro. Versi Pro diluncurkan lebih lambat dari tanggal awal peluncuran, menyebabkan permintaan meluas ke bulan-bulan berikutnya.
Saat ini Apple menguasai hampir 75% dari segmen ultra-premium, dibandingkan dengan 54% tahun lalu. Pergeseran ini juga menunjukkan bahwa lebih banyak konsumen sekarang lebih memilih perangkat kelas atas setelah menyadari pentingnya smartphone bagi mereka selama kebijakan lock-down COVID-19.
Sebagian konsumen juga memiliki penghematan ekstra saat bekerja dari rumah, yang mereka investasikan pada perangkat seperti smartphone. Kehadiran iPhone 13 yang baru saja diluncurkan, menjadi senjata baru bagi Apple untuk tetap berada di posisi itu.
Kurangi Produksi iPhone 13
Persoalannya, di tengah pertumbuhan yang menggila, Apple kemungkinan akan mengurangi produksi iPhone 13 sebanyak 10 juta unit karena kekurangan chip global.
Seperti dilansir Bloomberg News (12/10), perusahaan yang kini dipimpin oleh Tim Cook itu, diperkirakan hanya akan memproduksi 90 juta unit model iPhone baru pada akhir tahun ini.
Laporan itu menambahkan bahwa Apple telah menyampaikan pesan kepada produsennya bahwa jumlah unit yang diproduksi, akan lebih rendah. Pasalnya, pemasok chip termasuk Broadcom dan Texas Instruments sedang berjuang untuk mengirimkan komponen.
Pada Juli lalu, Apple memperkirakan pertumbuhan pendapatan yang melambat dan mengatakan kekurangan chip, yang mulai memukul kemampuannya untuk menjual Mac dan iPad, juga akan menghambat produksi iPhone. Texas Instruments juga memberikan prospek pendapatan yang lemah bulan itu, mengisyaratkan kekhawatiran pasokan chip untuk sisa tahun ini.
Krisis chip telah memberikan tekanan besar pada industri dari mobil hingga elektronik, menyebabkan banyak pembuat mobil untuk sementara menangguhkan produksi. Sedangkan di industri smartphone, banyak vendor terpaksa “Berakrobat-Ria”. Mulai dari menunda peluncuran produk baru, menghentikan produksi beberapa line-up, mendown-grade spesifikasi, hingga menaikkan harga jual.
Glenn O’Donnell, Direktur riset di Forrester Research memprediksi masalah tersebut akan bertahan hingga beberapa waktu ke depan.
“Dengan demikian harga smartphone dan semuanya sudah naik. Kami memperkirakan kenaikan ini 10 persen pada akhir tahun ini dan meningkat lebih tinggi hingga 2022,” kata dia, kepada The Sraits Times, dikutip Jumat (8/10/2021).
Namun dengan daya beli yang besar dan perjanjian pasokan jangka panjang dengan vendor chip, Apple dinilai mampu mengatasi krisis pasokan lebih baik daripada banyak perusahaan lain. Sehingga beberapa analis memperkirakan, model iPhone 13 yang telah dirilis pada September 2021, akan memiliki tahun penjualan yang kuat karena konsumen ingin meningkatkan perangkat untuk jaringan 5G.
Meski demikian, Apple juga tidak sepenuhnya kebal terhadap tren global. Terbukti dari kemungkinan berkurangnya produksi iPhone 13 sebanyak 10 juta unit.
Dalam laporannya sebelumnya pada September lalu, Counterpoint memprediksi bahwa krisis chips berkepanjangan, dapat menurunkan perkiraan pengiriman smartphone global di tahun, menjadi 1,41 miliar unit dari sebelumnya 1,45 miliar unit.
Namun, dibandingkan para pesaingnya, Apple berada pada posisi yang lebih baik, terutama dalam hal supply chain. Hal ini berkat posisi tawar yang tinggi terhadap para pemasok komponen.
Kala Apple Tak Kebal Dari Krisis Pasokan Chip
