
Jika Terjadi Merger XL Axiata dan Smartfren, Penguasaan Frekwensi Nyaris Menyamai Telkomsel

– Rumor bakal terjadinya merger antara XL Axiata dan Smartfren belakangan semakin hangat dibicarakan di kalangan industri telekomunikasi.
Tak dapat dipungkiri, salah satu penyebabnya, adalah himbauan yang semakin kencang dilakukan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi.
Memang dalam berbagai kesempatan, mantan Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) itu, kerap menyuarakan perlunya konsolidasi di industri selular.
Menkominfo menyebutkan bahwa menciutnya jumlah operator selular dapat mendorong industri telekomunikasi yang lebih efisien dan sehat. Dia beralasan banyak negara saat ini hanya dilayani oleh tiga operator saja.
“Konsolidasi harus tercipta untuk menjadi tiga operator sehingga terjadi peningkatan kualitas pelanggan, jaringan yang lebih kuat serta efisiensi biaya,” kata Budi Arie, Kamis (28/9/2023).
Budi pun secara terbuka mendorong agar operator lain seperti Smartfren melakukan merger dengan operator lainnya.
Baca Juga: Merger XL Axiata dan Smartfren, Masih Sekedar Wacana atau Bakal Terealisasi?
“Selain opsi merger dengan XL, bisa juga Smartfren merger dengan operator lainnya baik Indosat maupun Telkomsel. Yang terpenting konsolidasi menjadi tiga operator bisa terwujud,” harap Budi Arie.
Dalam pernyataan terbaru, Budi Arie kembali menyebutkan pentingnya merger antara XL Axiata dan Smartfren. Dia haqul yakin, merger akan membuat ekosistem industri telekomunikasi menjadi lebih sehat dan efisien.
Walau pun giat mendorong terjadinya merger, namun sejauh ini Kominfo belum melakukan langkah aksi, termasuk misalnya opsi memberikan insentif agar merger tersebut benar-benar terealisasi.
“Pemberian insentif sejauh ini belum ada, namun kita tetap berusaha, biar aja mereka bicara dulu”, ujar Budi Arie, kepada Selular, Kamis (21/3/2024).
Budi beralasan, merger adalah ranah business to business (B2B), sehingga pemerintah memiliki keterbatasan.
Meski belum ada insentif yang diberikan, Menkominfo berjanji pemerintah akan memfasilitasi proses merger antara Smartfren dan XL Axiata agar tercipta industri telekomunikasi yang lebih baik dan sehat.
Sekedar diketahui, pasca merger terakhir pada awal 2021 yang menghasilkan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), saat ini tersisa empat operator selular yang beroperasi.
Keempatnya adalah Telkomsel (anak perusahaan PT Telkom), IOH (anak perusahaan Qatar Telecom dan Hutchison Hong Kong), XL Axiata (anak perusahaan Axiata Malaysia), serta Smartfren Telecom (anak perusahaan Sinar Mas Group).
Baca Juga: Menkominfo Budi Arie: Belum Ada Insentif Merger XL dan Smartfren
Perbandingan Frekwensi 4 Operator Selular

Meski terus bersuara lantang tentang pentingnya manfaat merger, Budi Arie menyebutkan bahwa pihaknya tidak memaksa realisasi merger ini melainkan hanya mengimbau.
Bagaimana proses merger ini bisa terlaksana, diserahkan sepenuhnya kepada kedua perusahaan sebagai suatu proses bisnis.
Memang aksi merger tidak semudah dibayangkan. Pasalnya, sebagai aksi korporasi, ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan penggabungan usaha.
Di antaranya adalah nilai saham, kinerja perusahaan, teknologi, pasar modal, kepentingan investor, penguasaan spektrum, aset fisik, sumber daya manusia, dan lain sebagainya.
Dalam hal penguasaan spectrum frekwensi misalnya, merger operator selular menjadi sangat unik. Pasalnya, merger pada perusahaan konvensional tidak melibatkan spectrum.
Sebagai sumber daya terbatas, kepemilikan spectrum bagi operator selular tidak hanya sekedar aset non fisik, namun menjadi bagian dari “competitive advantage”.
Mirip dengan ‘kavling’ usaha, siapa yang menguasai spectrum terbanyak, maka dia berpeluang untuk menjaring pelanggan lebih besar dibandingkan para pesaingnya.
Dengan memiliki lebih banyak spektrum, operator selular dapat memberikan layanan yang lebih optimal para pelanggan.
Khususnya dalam bentuk peningkatan kecepatan broadband yang saat ini sangat krusial, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelanggan mobile internet.
Alhasil, tak dapat ditampik, merger antar operator selular, utamanya juga didasari oleh peluang untuk menggandakan penguasaan frekwensi.
Baca Juga: Seberapa Penting Lelang Spektrum Frekuensi 700 Mhz dan 26 Ghz?
Dengan penguasaan frekwensi yang bisa melebihi pesaing, operator dapat meningkatkan competitive advantage dalam industri telekomunikasi yang persaingannya sangat tajam.
Saat ini sebagai operator selular terbesar di Indonesia, Telkomsel memiliki jumlah spectrum terbanyak. Anak perusahaan PT Telkom dan Singtel itu, total menguasai 160 Mhz di berbagai jenis frekwensi, seperti 900 Mhz, 1.800 Mhz, 2.100 Mhz, dan 2.300 Mhz.
Peringkat kedua diduduki oleh Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), dengan penguasaan frekwensi selebar 140 Mhz. Sejatinya, IOH memiliki kesempatan memiliki total 145 Mhz.
Namun sebelum menyetujui langkah merger, Kominfo meminta sebagian frekwensi untuk dikembalikan kepada pemerintah.
Berbekal aturan UU Cipta Kerja, spektrum frekwensi tidak harus dikembalikan bagi operator yang melakukan merger.
Meski demikian, Kominfo menilai untuk menjaga keseimbangan industri, IOH tetap harus mengembalikan sebagian spectrum yang dimiliki sebelumnya.
Dalam hal ini IOH hanya perlu mengembalikan pita frekuensi 2,1 Ghz selebar 2 x 5 Mhz kepada pemerintah. Proses pengembalian dilakukan dalam waktu 1 tahun.
Kelak frekwensi itu dimiliki Telkomsel, pasca lelang pada November 2022. Demi mengalahkan XL Axiata, peserta lelang lainnya, anak usaha PT Telkom itu harus merogoh kocek hingga Rp 605 miliar.
Setelah Telkomsel dan IOH, penguasaan frekwensi ketiga dan keempat adalah XL Axiata dan Smartfren, masing-masing selebar 90 Mhz dan 62 Mhz.
LIHAT JUGA:
Jika rumor ‘perkawinan’ XL Axiata dan Smartfren menjadi kenyataan, terdapat dua keuntungan yang dimiliki operator baru hasil merger.
Pertama, gabungan keduanya akan memiliki spektrum frekuensi terlengkap dan efektif saling melengkapi satu sama lain.
Smartfren memiliki frekuensi 850 Mhz dan 2.300 Mhz, sedangkan XL Axiata 900 Mhz, 1.800 Mhz dan 2.100 Mhz. XL juga sudah menggenggam sertifikat operasional untuk menerapkan 5G jaringan di Indonesia.
Kedua penguasaan spectrum frekwensi, hampir menyamai Telkomsel, yaitu total 152 Mhz. Tentu ini merupakan keuntungan karena peluang monentisasi dan peningkatan pelanggan sangat besar.
Saat ini jumlah pelanggan kedua operator itu jika digabungkan masih di bawah Telkomsel.
Dalam catatan Selular, pada akhir 2023 jumlah pelanggan XL Axiata mencapai 57,5 juta. Sedangkan Smartfren pada semester pertama 2023, mencatat total jumlah pelanggan sebanyak 34,7 juta.
Sehingga jika digabungkan, operator baru baru hasil merger Smartfren dan XL Axiata baru sebanyak 92,2 juta pelanggan.
Jumlah itu masih di bawah IOH dan Telkomsel. Kedua operator itu pada akhir 2023, tercatat memiliki 98,9 juta dan 151,8 juta pelanggan.
Baca Juga: Infografis: Membandingkan Jumlah Spektrum 4 Operator Selular
Jika Terjadi Merger XL Axiata dan Smartfren, Penguasaan Frekwensi Nyaris Menyamai Telkomsel
