
Ignatius Untung: Penjual HKT Ilegal Harusnya Biarkan Merugi Sampai Kapok

Jakarta, – Pemberlakuan blokir produk handphone, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) illegal melalui identifikasi nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) seharusnya bisa lebih humanis, dengan mempertimbangkan dampak ‘pedagang’ dibalik suntik mati produk yang dinilai tidak resmi tersebut.
Ignatius Untung, seorang pengamat yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menegaskan sepakat dengan produk illegal yang tidak bisa digunakan langsung di Tanah Air. “Tapi jangan juga musti jadi barang mati, kasian pedagang-pedagang yang sudah terlanjur import banyak, walapun kita tahu caranya salah. Tapi kan bagaimana pun juga mereka warga Negara Indoneisa.” jelasnya, kepada , Jumat (18/9).
Ketika aturan ini digulirkan, Untung mengaku pernah mempertanyakan sekaligus mengusulkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memberikan opsi agar ponsel black market (BM) itu masih bisa tetap digunakan, asalkan diurus pajaknya.
“Dari pada barangnya mati banyak jadi semakin nyampah, resikonya pedagang itu malah nekat nipu kanan kiri agar barang terjual. Dampaknya akan semakin besar. Lebih baik denda pajak buat mereka rugi. Misal dengan denda satu juta bayarnya, bawa barang dari luar ke Indonesia kan marginya tidak sampai satu juta, mereka rugi pasti. Pandangan mereka pasti mending rugi daripada itu barang tidak bisa dipakai sama sekli, ruginya malah tambah lebih besar,” papar Untung.
“Alhasil tujuan diberlakukan aturan ini bisa tetap tercapai, kemudian ada efek jeranya juga. Kedepan kan orang pasti tidak akan mau lagi bawa barang masuk, karena harus mengurus, rumit dan tidak ada untungnya juga,” sambungnya.
Trobosan muktahir untuk membrangus HKT illegal lintas kementerian (Kementerian Kominfo, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan) ini menurut untung sebelum diberlakukan mustinya perlu dibahas secara mendalam, oleh semua pihak termasuk penjual HKT.
Menurutnya pemerintah harus lebih banyak ngobrol sama player. Informasi kebijakan itu harus sampai ke Retail, penjual yang masuk market place, tidak bisa hanya lewat publik saja.
“Pemerintah bisa saja menghukum dengan mengaet isu pro lokal. Padahal orang yang jualan nenteng barang dari luar negeri itu orang Indonesia lho, kalau mereka tidak bisa jualan lagi pemerintah juga rugi,” kata Untung.
Butuh Ketegasan
Sementara itu, selain aturan yang diperkuat. Ketegasan serta komitmen untuk memutus peredaran barang illegal harus juga disepakati bersama, dalam hal ini HKT. Tidak hanya pemerintah, penjual, platform dagang digial dan konsumen pun harus juga sejalan.
Untung menjabarkan idealnya barang elektronik yang ber-IMEI harus tercatat dengan baik dalam platform dagang online untuk menjamin kelegalanya. Dan endukasi pun perlu berlanjut, ketika konsumen mau memesan, ada informasi tambahan yang perlu diketahui.
“ketika klik beli misal ada muncul Pop Up infomasi yang menjelaskan soal seluk beluk bahaya produk illegal terkait IMEI contohnya, ini tentu dilematis bisa membuat orang berfikir dua kali sebelum membeli. Tapi rasanya upaya seperti demikian perlu diterapkan, karena jika konsumen kecewa dampaknya tidak hanya pada penjual saja, tapi platform-nya juga jadi buruk citranya,” tegasnya.
Lalu platform dagang online harus segera mulai mengeluarkan surat perjanjian dengan penjual produk HKT. Dengan tegas harus menekankan barang ber-IMEI harus mematuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
“Itu kan semua pembayaran berdasarkan perjanjian legal di mana sebuah barang disimpan seorang pihak ketiga (Escrow) jadi jika barang jualanya tidak benar berdasarkan kesepakatan maka tidak mungkin akan dibayarkan,” tutup Untung.
Sekedar informasi keberadaan ponsel BM kabarnya mampu merugikan negara setara Rp2,25 triliun. Peredaran ponsel ilegal diperkirakan ada 600 ribu unit ponsel setiap bulannya yang masuk ke pasar Indonesia, berarti dalam kurun waktu satu tahun saja, ada 7,2 juta unit ponsel ilegal yang beredar.
Ignatius Untung: Penjual HKT Ilegal Harusnya Biarkan Merugi Sampai Kapok
