Fenomena Bullying di RS, Dokter Singgung Beban Kerja Vs Kesejahteraan

Jakarta

Kasus perundungan (bullying) kepada dokter-dokter junior di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di rumah sakit menjadi sorotan publik beberapa waktu terakhir. Di antaranya, berupa pelontaran kata-kata kasar dan memanggil dokter junior dengan sebutan binatang. Di mata dokter junior, fenomena tersebut tak terlepas dari kondisi dokter peserta PPDS yang bekerja tanpa dibayar, padahal dengan jam dan beban kerja yang berat.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Junior Doctors Network (JDN) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Tommy Dharmawan, SpBTKV, PhD. Hal ini berkaitan dengan salah satu visi dari organisasi yang dinaunginya, yakni mewadahi aspirasi para dokter berusia muda 40 tahun ke bawah, termasuk terkait keluhan kasus perundungan di rumah sakit.

Disorotinya, berbagai masalah di lingkup dokter junior-senior di PPDS pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi para dokter peserta PPDS yang bekerja tanpa dibayar. Seiring besarnya tekanan pekerjaan yang mereka hadapi, mereka masih membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk mereka yang sudah berkeluarga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Poinnya adalah PPDS itu tidak digaji. Itu problem utamanya. Akhirnya kenapa kadang-kadang dia minta sama juniornya, itu yang menjadi berbahaya. PPDS nggak pernah digaji, padahal Undang-undang Kedokteran Tahun 2013 mensyaratkan bahwa PPDS itu digaji, mendapat gaji. Ya ini kan gaji UMR saja nggak ada. UMR Jakarta 4 juta, ini nggak ada sama sekali,” ungkapnya saat ditemui detikcom, Selasa (26/9/2023).

“Saya rasa kalau semuanya diatur misalnya makan, disediakan oleh rumah sakit atau PPDS digaji sesuai tingkatan, minimal mengurangi kasus seperti itu. Jadi ada poin di pemerintah juga di situ. PPDS tidak digaji, ketika RS tidak menyediakan makanan, itu kan menjadi pintu masuk,” imbuh dr Tommy.

Terpisah, beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah telah menyediakan jatah 2.500 beasiswa per tahun untuk calon dokter dan perawat yang mau belajar kedokteran, spesialis, dan subspesialis.

“Jadi saya ingin ngomong di depan sini, semua calon dokter yang mau belajar kedokteran, spesialis, subspesialis, fellowship, cepat daftar karena beasiswanya dibayarin negara 2.500 per tahun, itu termasuk nurse, nurse spesialis ya. Karena perawat kalau ngurus jantung itu butuh yang spesialis juga, itu susah itu itu ada biayanya juga,” ucapnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

“Dokter-dokter ini dapat pendidikan sulit dan mahal. Mulai dari dokter umum, kalau kita masuk kuliah ke ITB bandingkan dengan FK UI untuk kedokteran itu mahal. Saya datang ke Ibu Sri Mulyani kan, 20 persen pendidikan masuk ke LPDP, ‘Bu minta dong bantuin,’ ini saya nunjukkin sekali lagi mengenai mandatory spending,” sambung Menkes.

Terima kasih telah membaca artikel

Fenomena Bullying di RS, Dokter Singgung Beban Kerja Vs Kesejahteraan