Eijkman Sebut Semua Vaksin Masih Efektif Tangkal Mutasi Virus Corona

Jakarta –
Pemerintah terus berupaya menekan kasus COVID-19, salah satunya melalui vaksinasi. Saat ini, vaksinasi merupakan solusi yang dianggap paling tepat dalam mengurangi jumlah kasus infeksi virus COVID-19 yang kini mulai bermutasi di beberapa negara, bahkan telah masuk ke Indonesia.
Soal vaksin, Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Bidang Penelitian Fundamental, Prof. Herawati Sudoyo Ph.D menjelaskan sebagian besar produsen vaksin COVID-19 telah mencoba mencapai tingkat efikasi hingga 70 persen. Hingga saat ini, penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun vaksin COVID-19 yang tidak efektif menangkal mutasi virus COVID-19.
“Kendati begitu, memang ada penurunan efikasi saat vaksin COVID-19 melawan mutasi virus COVID-19 ini. Namun, hal itu tidak mengurangi makna perlindungan yang diberikan vaksin COVID-19 itu sendiri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (16/6/2021).
Untuk mendukung program vaksinasi pemerintah, Prof. Herawati mendorong para ilmuwan untuk berbicara demi meluruskan kesimpangsiuran informasi soal vaksin. Salah satunya dengan menegakkan bukti dan data-data ilmiah, termasuk tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
“Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) akibat vaksinasi COVID-19, misalnya. Hanya terjadi di berapa persen dari sekian juta orang yang sudah divaksinasi. Akan tetapi hal-hal kecil inilah yang masuk pemberitaan dan menjadi besar. Saya pikir di sinilah porsi ilmuwan berbicara dengan data data,” ungkap Prof. Herawati.
Selain itu, Prof. Herawati mendorong masyarakat untuk berkontribusi menekan kasus dengan melakukan vaksinasi COVID-19. Ia pun mengingatkan masyarakat agar terus disiplin menerapkan protokol kesehatan meskipun telah divaksin.
“Saya kira kalau kita bisa bekerja sama dengan baik, semua masalah mengenai vaksinasi bisa teratasi. Kalau seandainya semua sudah divaksinasi, sekali lagi kita harus mengingatkan vaksin bukan satu-satunya cara untuk mengalahkan virus ini. Jadi yang sudah mulai longgar protokol kesehatannya karena adanya program vaksinasi harus kita perketat protokol kesehatan kita lagi karena adanya mutasi virus baru yang sudah bertransmisi lokal,” imbuhnya.
Di sisi lain, Communication Specialist UNICEF, Rizky Ika Safitri menyarankan agar para ilmuwan menggunakan komunikasi sederhana agar lebih mudah dipahami masyarakat. Hal ini menurutnya akan turut membantu menyukseskan program vaksinasi yang dijalankan pemerintah.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Bio Farma Bambang Heriyanto menyampaikan hingga akhir 2021, produsen vaksin seperti Sinovac sudah berkomitmen untuk mengirimkan vaksin dalam bentuk bulk sejumlah 260 juta dosis.
Ada juga vaksin yang akan didatangkan dari jalur kerja sama multilateral atau fasilitas COVAX yang kini telah datang sebanyak 8 juta dosis. Menurutnya, jumlah tersebut dapat mencukupi kebutuhan dosis vaksin hingga tercapai herd immunity.
“Kemudian kita juga punya sumber lain dari perjanjian bilateral dengan AstraZeneca dengan komitmen sebesar 50 juta, Novavac 50 juta, dan apabila dari COVAX kita bisa mendapatkan komitmen hingga 20% dari jumlah penduduk, kita bisa mencukupi kebutuhan dosis vaksin untuk herd immunity,” ungkap Bambang.
(akn/ega)