Efikasi Vaksin Corona Sinovac RI di Bawah Brasil-Turki, Apa Artinya?

Jakarta –
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya memberikan izin darurat atau emergency use of authorization (EUA). Berdasarkan data interim, didapatkan uji vaksin Corona Sinovac di Bandung menunjukkan efikasi 65,3 persen.
Ada perbedaan tingkat efikasi dengan uji klinis vaksin Sinovac di Brasil yaitu 78 persen, dan Turki 91 persen. Mengapa efikasi vaksin Corona Sinovac lebih rendah dari Brasil dan Turki?
Menurut Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinis, Prof Dr Zullies Ikawati, Apt, ada beberapa hal yang mendasari tinggi atau rendahnya efikasi. Salah satunya terkait subjek uji klinis vaksin Corona Sinovac.
“Efikasi ini akan dipengaruhi dari karakteristik subjek ujinya. Jika subjek ujinya adalah kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar, sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat,” jelas Prof Zullies melalui rilis yang diterima detikcom Selasa (12/11/2020).
Prof Zullies mengatakan uji klinik di Brasil melibatkan kelompok berisiko tinggi seperti tenaga kesehatan. Sementara di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum dengan risiko lebih kecil.
“Uji klinik di Brazil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga Kesehatan, sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil,” katanya.
“Jika subjek ujinya berisiko rendah, apalagi taat dengan protokol kesehatan, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak yang terinfeksi, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok placebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah,” lanjutnya.
Dijelaskan lebih rinci, Prof Zullies menyebut efikasi 65,3 persen artinya ada penurunan 65,3 persen kasus penyakit di kelompok yang mendapat vaksin Corona, dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapat plasebo.
Hal ini ditunjukkan dari suatu uji klinik dengan kondisi terkontrol. “Jadi misalnya pada uji klinik Sinovac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang, terdapat 800 subjek yang menerima vaksin, dan 800 subjek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong),” bebernya.
“Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi atau 3,25 persen, sedangkan dari kelompok plasebo ada 75 orang yang kena COVID-19 yaitu 9,4 persen, maka efikasi dari vaksin adalah 0,094 – 0,0325/0.094 x 100 persen sama dengan 65,3 persen,” tuturnya.
Ditegaskan, efikasi vaksin Corona Sinovac ini bisa dipengaruhi beragam faktor saat uji klinik termasuk jumlah subyek dan lama pengamatan. Jika uji klinik dilakukan lebih lama atau diperpanjang, efikasi yang didapat juga bisa berbeda.
“Jadi angka efikasi ini bukan harga mati, dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor ketika uji klinik dilakukan. Jika pengamatan diperpanjang menjadi 1 tahun, sangat mungkin menghasilkan angka efikasi vaksin yang berbeda,” pungkasnya.
Nilai efikasi sebesar 65,3 persen menurut Prof Zullies sudah sangat bermakna dalam menurunkan angka kejadian. Organisasi kesehatan dunia WHO hanya mensyaratkan efikasi vaksin minimal 50 persen untuk bisa mendapat persetujuan.