Dokter Ungkap Kondisi Terkini Korban Turbulensi Singapore Airlines, Alami Kelumpuhan?

Daftar Isi
Jakarta –
Dua hingga tiga penumpang korban turbulensi ekstrem Singapore Airlines SQ321 akhirnya meninggalkan Thailand, pasca menjalani pengobatan intensif. Namun, 10 orang lainnya masih dirawat di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin, sudah lebih dari dua minggu setelah peristiwa horor tersebut terjadi.
“Sebagian besar sudah sehat untuk terbang dan kemungkinan akan dipulangkan dalam beberapa minggu mendatang,” demikian konfirmasi Wakil Direktur Rumah Sakit, Dr Saran Intakul, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (9/6/2024).
Dr Saran mengatakan penumpang membutuhkan perawatan atau rehabilitasi lebih lanjut atas cedera yang dialami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mereka tidak bisa menggerakkan badannya seperti biasanya, sehingga perlu ada pengawalan untuk membantunya (perjalanan) pulang,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah pasien-pasien ini mengalami kelumpuhan, Dr Saran mengatakan kondisi yang mirip dengan kelumpuhan, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
SQ321 sedang dalam perjalanan dari London ke Singapura, dan melintasi Cekungan Irrawaddy di Myanmar ketika perubahan G-force yang cepat mendatangkan malapetaka di kabin. Penumpang dan awak pesawat terlempar ke langit-langit pesawat sebelum terjatuh kembali.
Seorang penumpang asal Inggris, Geoff Kitchen, 73, meninggal di dalam pesawat, kemungkinan besar karena serangan jantung, sementara yang lain mengalami cedera otak dan sumsum tulang belakang.
Sehari setelah kejadian, 58 penumpang dirawat di tiga rumah sakit, termasuk 20 pasien di ICU.
Saat itu, lima warga Singapura dari penerbangan tersebut, termasuk dua di ICU, sedang menjalani perawatan di Thailand.
Bobby Chin, mantan anggota Dewan Penasihat Presiden, dirawat di rumah sakit di Bangkok, tetapi telah kembali dengan selamat di Singapura.
Satu pasien, kemungkinan besar warga Singapura, masih dirawat di Rumah Sakit Bangkok hingga pukul 12 siang tanggal 5 Juni.
Tak satupun dari mereka yang masih dirawat di Thailand berada di unit perawatan intensif (ICU).
“Saya berasumsi mungkin seminggu atau tidak lebih dari dua minggu dari sekarang, (pasien), semuanya, bisa… pulang,” ujarnya.
Efek Jangka Panjang
Hampir separuh pasien yang dirawat di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin mengalami cedera tulang belakang, dan sembilan pasien memerlukan operasi darurat dalam 24 jam pertama setelah tiba di Bangkok.
Kasus paling rumit yang ditangani rumah sakit adalah satu pasien harus menjalani beberapa kali operasi karena gejala pasien berubah setelah operasi pertama.
Dr Saran mengatakan sulit untuk menyatakan apakah pasien bakal mengalami efek jangka panjang seperti kelumpuhan atau nyeri kronis.
“Kami memiliki beberapa peralatan, beberapa mesin dapat menunjang dan membantu pasien untuk kembali beraktivitas sehari-hari seperti sebelumnya,” ujarnya.
Tidak ada pasien yang mengalami cedera tulang belakang total. Menurut situs Johns Hopkins Medicine, cedera total berarti tidak ada gerakan atau perasaan di bawah level cedera.
Sementara dalam kasus penumpang SQ321, beberapa di antaranya mengalami robekan sebagian pada sumsum tulang belakangnya.
“Tubuh (mencoba) beradaptasi dengan sistem saraf baru yang tersisa, jadi ini mungkin terjadi, tidak ada yang tahu, dan saya tidak bisa memprediksinya,” kata Dr Saran.
Ia juga mengatakan tak dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi mereka dengan kondisi cedera tulang belakang untuk pulih karena hal ini bergantung pada banyak faktor, termasuk kemauan dan perawatan medis yang mereka terima.