Dokter Junior Buka-bukaan soal Bullying di PPDS, Inikah Biang Keroknya?

Jakarta

Kasus perundungan (bullying) terhadap dokter junior dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di rumah sakit menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Sebagaimana sempat disinggung oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, ada 91 laporan kasus bullying dalam kurun waktu kurang dari sebulan.

Saat itu Menkes menegaskan, bentuk bullying di ranah PPDS tidak bisa dianggap sepele. Misalnya berupa perkataan kasar dan makian dengan nama-nama hewan, atau perilaku tidak sopan dalam lingkup pendidikan kedokteran.

“Kata-kata kasar keluar, ngomong binatang, kemudian kata-kata rasis, malah ada juga buku panduan yang harus diikuti, itu sangat melukai dan tidak pantas,” beber Menkes dalam konferensi pers, Kamis (17/8/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Junior Doctors Network (JDN) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Tommy Dharmawan, SpBTKV, PhD menegaskan, kasus-kasus bullying dengan kata kasar tersebut memang benar-benar terjadi. Beberapa laporan kasus yang pernah diterima JDN misalnya pelontaran kata-kata kasar dari senior ke junior di PPDS, atau dokter junior diminta untuk membayar sejumlah biaya ke senior.

Menurutnya, kasus-kasus tersebut tak terlepas dari problema utama, yakni tak ada bayaran yang memadai untuk dokter-dokter peserta PPDS. Ditambah, dokter-dokter ini bekerja dalam jam yang berlebih setiap harinya.

“Kata-kata kasar tidak ada kaitannya dengan institusi pendidikan. Kedua juga masalah pembayaran makan oleh junior kan juga nggak pas. Itu yang harus dijadikan poinnya adalah PPDS itu tidak digaji. Itu problem utamanya. Akhirnya kenapa kadang-kadang dia minta sama juniornya, itu yang menjadi berbahaya,” ungkapnya saat ditemui detikcom, Selasa (26/9/2023).

“PPDS nggak pernah digaji, padahal Undang-undang Kedokteran Tahun 2013 mensyaratkan bahwa PPDS itu digaji, mendapat gaji. Ya ini kan gaji UMR saja nggak ada. UMR Jakarta 4 juta, ini nggak ada sama sekali,” imbuh dr Tommy.

Persoalan Jam Kerja Dokter PPDS

Dalam kesempatan tersebut juga, dr Tommy menyinggung jam kerja dokter peserta PPDS yang cenderung berlebih. Padahal sebenarnya, jika seorang dokter kelelahan akibat jam kerja yang berlebih, yang berisiko terdampak adalah pasien-pasien yang dilayani. Sayangnya di Indonesia, belum ada peraturan yang secara saklek membatasi jam kerja dokter-dokter PPDS.

“Saya pernah PPDS. Itu bahaya banget saya pulang jam 9 malam, habis jaga malam. Itu sudah mengantuk luar biasa. Saya pernah sudah miring-miring. Kita belum bisa punya supir waktu itu. Atau kalau naik kendaraan umum jam segitu sudah nggak ada,” beber dr Tommy.

“Di Indonesia nggak ada kebijakannya, tapi memang concern-nya kalau dari para senior adalah catch up ke pasiennya. Orang operasi sambil ngantuk-ngantuk kan bahaya. Atau dia mengantuk, lalu ngeresepinnya salah,” sambungnya.

Terima kasih telah membaca artikel

Dokter Junior Buka-bukaan soal Bullying di PPDS, Inikah Biang Keroknya?