Data Bank Indonesia di Bobol, Ini Dia Risiko yang Mengintainya…

– Bank Indonesia (BI) yang alami kebobolan data oleh grup ransomware Conti, kini telah berada dibawah koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan upaya verifikasi, pemulihan, audit, dan mitigasi sistem elektronik.
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) menerangkan serangan ini dilakukan dengan beragam modus.
“Modusnya bisa bermacam-macam, kemungkinan karena uang tebusan maupun reputasi kelompok peretas atau bahkan bisa juga memang dari spionase asing. Karena serangan-serangan ransomware yang terjadi saat ini banyak diindikasikan dilakukan oleh grup hacker asal Rusia,” terangnya kepada Selular.
Risiko yang diakibatkan oleh serangan Ransomware ini salah satunya adalah akan banyak file yang disandera dan di encrypt.
Baca juga: Data BI Diretas, Pengamat: Indonesia Masuk Tahap ‘Red Alert’ Serangan Siber
“Sehingga korban mau tidak mau harus membayarnya untuk mendapatkan kunci pembuka. Kalau korban tidak membayar uang tebusan yang diminta, maka data dan sistemnya akan dirusak dan sistem tidak bisa berjalan sehingga layanan organisasi tersebut akan berhenti,” sambungnya.
Karena data file mahal dan penting saat ini, jadi jelas Pratama pasti pihak lembaga mau tidak mau akan membayar tebusan jika terkena serangan ransomware.
“Sama halnya seperti serangan ransomware ke perusahaan pipa minyak Amerika pada awal Mei 2021 yang merupakan salah satu serangan cyber paling massif di 2021,” tegasnya.
Sekedar pengingat, kasus Colonial Pipeline, operator jaringan BBM terbesar AS, terpaksa membayar uang tebusan US$ 5 juta setelah terkena serangan siber ransomware termasuk mencuri hampir 100 gigabyte data, dan pelaku mengancam akan merilisnya ke internet kecuali uang tebusan dibayarkan.
Dari serangan itu memicu krisis energi sementara, juga perusahaan menghentikan operasi pipa selama beberapa saat.
Baca juga: Prediksi Serangan Siber di Kawasan Asia Tenggara, Pencurian Data Diperkirakan Kian Meningkat
Sehingga perusahaan tersebut memilih membayar 500 milyar rupiah supaya bisa mengembalikan file dan sistem yang disandera peretas, agar layanan BBM di Amerika bisa berjalan lancar kembali.