Catatan Akhir 2020: Menguji Daya Tahan Samsung dan Huawei

Jakarta, – Pandemi corona menjadi titik balik bagi pertumbuhan industri smartphone global. Padahal setelah bertahun-tahun mengalami stagnasi, permintaan ponsel pintar pada 2020 diprediksi mulai pulih, sejalan dengan diluncurkannya layanan 5G di beberapa negara front liner, seperti China, AS, Eropa, Jepang dan Korea Selatan.

Akibat ekonomi global yang tidak stabil dan mengarah ke resesi, semua vendor merasakan dampak dengan menurunnya permintaan. Kajian dari lembaga riset pasar DigiTimes, memprediksi penjualan ponsel dunia hanya akan menyentuh angka 1,15 miliar unit pada 2020. Itu berarti terjadi penurunan sebesar 15 persen dibandingkan 2019.

DigiTimes menambahkan, penurunan cukup parah dialami vendor smartphone yang penguasaan pasarnya cukup besar di wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Sebab, dua wilayah tersebut memberlakukan kebijakan lockdown dan pembatasan sosial yang ketat di sebagian besar negara.

Menurunnya permintaan tercermin dari pencapaian pada setiap kuartal. Firma riset Gartner, mengungkapkan bahwa pada Q2-2020 penjualan smartphone global menurun 20,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Total terdapat 295 juta unit smartphone terjual pada Q2 2020. Angka penurunan itu lebih besar dibandingkan pada periode kuartal pertama (Q1) 2020. Penjualan smartphone pada Q1-2020, tercatat menurun dengan persentase 20,2 persen.

Setelah terpuruk selama beberapa kuartal akibat pandemi Covid-19, pasar smartphone global akhirnya mulai membaik. Menurut laporan firma riset pasar IDC, pada kuartal Q3-2020, pengiriman smartphone global turun “hanya” 1,3 persen secara year over year (YoY).

Meskipun menurun, angka ini jauh lebih kecil dari prediksi IDC yang memperkirakan penurunan sebesar 9 persen secara YoY. Pelonggaran karantina wilayah di beberapa negara menjadi faktor utama pemulihan industri smartphone global.

Lebih jauh IDC memprediksi pasar smartphone global baru akan pulih dan mencatat pertumbuhan positif pada 2022 mendatang. Untuk 2020, IDC memperkirakan pasar smartphone bakal menyusut 9,5 persen secara year-over-year dengan jumlah pengiriman 1,2 miliar unit secara global.

“Meski kami memperkirakan akan ada pertumbuhan sembilan persen di 2021, namun itu hanya karena ada penurunan besar di 2020,” ujar Direktur Riset Worldwide Mobile Device Trackers IDC Nabila Popal.

“Pemulihan pasar yang sesungguhnya baru akan terjadi pada 2022, saat volume pengiriman smartphone kembali ke angka sebelum Covid-19,” pungkas Popal.

Rebound Samsung

Catatan Akhir 2020: Menguji Daya Tahan Samsung dan Huawei

Meski pandemi mengguncang pasar, Samsung masih menjadi pemain utama di pasar ponsel dunia. Bahkan pada Q3 2020, Samsung kembali menggamit posisi puncak yang sebelumnya sempat dikuasai oleh Huawei di Q2-2020. Pada periode itu, pangsa pasar Samsung mencapai 22 persen.

Di tengah kompetisi yang semakin ketat, terutama dengan vendor-vendor China yang semakin agresif, Samsung tetap mampu mendominasi di pasar-pasar strategis, seperti Eropa dan AS. Menurut catatan Statista, pada Q3 2020 Samsung menguasai 34% pangsa pasar ponsel pintar Eropa. Di susul Apple (19%), Xiaomi (19%), Huawei (14%), dan Oppo (3%).

Khusus di AS, Samsung telah berhasil mengirimkan smartphone dalam jumlah terbanyak di AS selama periode Juli-September (Q3), sehingga melampaui pengiriman pesaing terdekatnya Apple di negeri Paman Sam itu untuk pertama kalinya sejak 2017.

Menurut South Korean Herald mengutip peneliti pasar Strategy Analytics, Samsung memiliki pangsa pasar 33,7 persen di AS pada Q3 – 2020 meningkat 6,7 persen jika dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu. Sedangkan Apple yang menempati posisi kedua memiliki pangsa 30,2 persen, disusul oleh perusahaan smartphone asal Korea Selatan LG dengan pangsa 14,7 persen.

Walau mampu mempertahankan posisi sebagai penguasa pasar, namun dari semua vendor smartphone, Samsung disebut yang paling terdampak pandemi corona. Pasalnya, permintaan di pasar-pasar utama seperti AS dan Eropa yang selama ini menjadi lumbung penjualan Samsung, mengalami penurunan drastis. Imbasnya, penjualan smartphone Samsung menurun 27,1 persen secara YoY dengan angka penjualan hampir 55 juta unit pada Q2 2020.

Pada triwulan ketiga 2020, kinerja raksasa elektronik Korea Selatan itu mulai terlihat pulih. Samsung mampu mengirimkan 80,4 juta unit pada periode itu. Jumlah itu merupakan pengiriman tertinggi perusahaan dalam tiga tahun terakhir, dengan pertumbuhan masing-masing 3% YoY dan 48% QoQ.

Meski pengiriman pada dua kuartal terakhir 2020 menunjukkan peningkatan, namun hal itu tidak menolong kinerja Samsung secara keseluruhan. Imbas dari pelemahan permintan itu, Samsung diprediksi tidak akan mencapai target penjualan di akhir 2020. Ini merupakan kegagalan pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir.

Dinukil dari laman GSM Arena (27/12), Samsung diperkirakan tak mampu mencapai target penjualan 300 juta unit ponsel. Raksasa Korea itu, kemungkinan hanya mampu mencapai 270 juta pengiriman.

Meski pasar tengah lesu, namun Samsung optimis permintaan akan kembali pulih, seiring dengan permintaan yang mulai meningkat. Dalam sebuah pernyataan pada akhir kuartal ketiga 2020, Samsung mengonfirmasi ada 189 juta lagi ponsel yang akan dikirim. Angka yang cukup bagus mengingat pandemi yang masih begejolak di tahun ini hingga 2021 mendatang.

Walau tak mampu mencapai target penjualan di 2020, perusahaan telah menetapkan target berikutnya. Samsung menetapkan proyeksi penjualan sebanyak 307 juta unit pada 2021. Untuk mencapai target itu, perusahaan akan memperluas jajaran produk smartphone 5G kelas menengah dan bawah. Samsung juga akan lebih gencar memperkenalkan model smartphone lipat yang digadang-gadang bakal menjadi primadona pada tahun depan.

Dari target produk yang akan dijual, Samsung merinci sekitar 287 juta unit merupakan smartphone, sedangkan sisanya adalah ponsel fitur. Dari keseluruhan smartphone tersebut, hampir 50 juta kemungkinan adalah model andalan yang diprediksi akan menjadi lumbung pendapatan perusahaan.

Proyeksi penjualan Samsung sesungguhnya tidak muluk-muluk. Selain permintaan konsumen yang mulai pulih, Samsung juga diuntungkan dengan kondisi Huawei yang babak belur dihantam blokade AS. Kesengsaraan yang menimpa Huawei di pasar global, memberi kesempatan bagi Samsung untuk meningkatkan penjualan sekaligus mendorong kembali pertumbuhan market share.

Demi memperlebar jarak, Samsung diperkirakan bakal meluncurkan smartphone terbaru yang menjadi andalannya Galaxy S21, sebulan lebih awal dari yang dijadwalkan. Strategi ini dalam upaya untuk merebut pangsa pasar Huawei, sekaligus menangkis persaingan dari Apple. Padahal biasanya Samsung meluncurkan seri premium tidak diawal tahun. Tengok saja flagship generasi sebelumnya, S20 diluncurkan pada awal Maret 2020.

Huawei Menukik

Catatan Akhir 2020: Menguji Daya Tahan Samsung dan Huawei

Catatan Akhir 2020: Menguji Daya Tahan Samsung dan Huawei

Berbeda dengan Samsung yang menunjukkan tanda pemulihan, rival terdekatnya Huawei justru semakin ‘keteteran’. Tanpa layanan Google dan dibatasinya pasokan chip utama oleh pemerintah AS, Huawei seolah tak lagi bertaji. Kinerja vendor yang berbasis di Shenzen itu langsung terpangkas. Padahal sebelumnya pertumbuhan pendapatan Huawei kerap menyentuh double digit.

Menurut laporan Asia Times, raksasa telekomunikasi China itu, hanya meraup pendapatan sebesar 671,3 miliar yuan (US$100,7 miliar) pada Januari-September 2020, naik hanya 9,9% tahun-ke-tahun. Angka itu anjlok tajam dibandingkan pertumbuhan 24,4% pada periode yang sama tahun lalu. Begitu pun dengan marjin laba turun menjadi 8,0% dari 8,7%.

Dengan pembatasan itu, mau tak mau Huawei berpaling ke pasar domestik. Mengutip Reuters pada Rabu (30/10), Huawei mampu meningkatkan pangsa pasar ponsel pintar ke rekor 42%. Namun apalah artinya menjadi raja di negeri sendiri, jika permintaan di pasar global amblas tajam.

Laporan lembaga riset Canalys menunjukkan, pada Q3 2020, pengiriman smartphone di seluruh dunia mencapai 348,0 juta unit, dengan penurunan 1% YoY. Namun naik 22% dari kuartal sebelumnya.

Samsung kembali memimpin, naik 2% menjadi 80,2 juta unit. Huawei merosot ke posisi kedua dengan penurunan 23% menjadi 51,7 juta unit. Xiaomi menempati posisi ketiga untuk pertama kalinya, mencapai 47,1 juta unit dengan pertumbuhan 45%. Apple, yang tidak memiliki peluncuran iPhone andalan pada September 2020, mengirimkan 43,2 juta unit, turun 1%.

Vivo menyelesaikan lima besar dengan pengiriman 31,8 juta unit. Oppo berada di urutan keenam, dengan 31,1 juta unit. Sementara sub brandnya Realme berada di posisi ketujuh, posisi tertinggi yang pernah ada, dengan 15,1 juta unit.

Lenovo di posisi ke delapan. Vendor yang juga produsen note book itu, melaporkan penjualan 10,2 juta unit, akibat gangguan produksi di pabrik mereka di Wuhan. Posisi ke sembilan bercokol Transsion yang mengirimkan 8,4 juta, berkat mulai pulihnya pasar utama mereka di Afrika.

Dengan penurunan hingga 23% pada Q3-2020, bisnis smartphone Huawei kini terjun bebas. Padahal Huawei pernah menjadi menantang posisi teratas Samsung di pasar ponsel pintar global. Perusahaan bahkan menargetkan dapat menjadi pemain nomor satu di industri smartphone global pada 2020.

Alih-alih mampu mengkudeta Samsung, Huawei kini justru berada dalam mode “bertahan hidup”, akibat pembatasan AS yang mencekik pasokan chip yang digunakan dalam ponsel cerdas dan peralatan telekomunikasi.

Pejabat industri chip Korea Selatan berharap AS di tangan presiden baru Joe Biden akan meringankan beberapa pembatasan tersebut, karena bagaimana pun Samsung adalah pemasok utama Huawei. Meskipun di sisi lain, mereka juga mengharapkan pemerintahan AS yang akan datang dapat mempertahankan sikap keras terhadap China.

Sumber di salah satu pemasok utama chip ponsel pintar mengatakan stok Huawei diperkirakan akan habis pada awal tahun depan. Kurangnya pasokan chipset membuat Huawei berencana menghentikan prosesor andalannya Kirin. Hal ini bisa berujung pada anjloknya pangsa pasar.

Dengan beragam pembatasan, bisnis smartphone Huawei kini tengah di persimpangan. Padahal pangsa pasar smartphone dilaporkan bakal meningkat karena hadirnya jaringan 5G global.

Makin luasnya implementasi jaringan 5G membuat penjualan smartphone 5G semakin meningkat. Bahkan, diperkirakan penjualan ponsel tersebut mencapai 278 juta unit hingga akhir tahun ini. Melansir GSM Arena pada Jumat (11/9/2020), lembaga riset Canalys memperkirakan 278 juta unit ponsel 5G bakal terjual sepanjang 2020. Sebanyak 172 juta atau 62% diantaranya terjual di China.

Canalys juga memprediksi penjualan ponsel 5G akan berlipat ganda pada 2021 dengan dua kali lipat jumlah perangkat saat ini yang tersedia di pasar di seluruh dunia. Pasalnya, di tahun tersebut negara yang sudah terjamah oleh jaringan 5G makin banyak.

Namun membesarnya permintaan smartphone 5G, tak dapat dinikmati sepenuhnya oleh Huawei. Pasalnya, Huawei hanya dapat “berpesta “ di dalam negeri. Padahal, sejumlah pasar di negara-negara arus utama, akan menjadi lumbung penjualan vendor-vendor smartphone, terutama di Eropa Barat pada 2021.

Menurut kajian lembaga riset Strategy Analytics, di kawasan ini model 5G akan mendominasi penjualan ponsel pintar di Inggris, Jerman, dan Swiss pada 2021, dengan pertumbuhan pangsa pasar juga diperkirakan di Spanyol, Prancis, dan Italia.

Strategy Analytics memperkirakan bahwa model 5G menyumbang 77 persen dari total penjualan ponsel pintar di Inggris dan Jerman pada 2021, dan mengambil 74 persen di Swiss. Sementara proporsi di Spanyol mencapai 47 persen, Italia 41 persen dan 32 persen di Prancis.

Associate director Ville-Petteri Ukonaho menjelaskan sementara AS dan China memimpin dengan “volume yang besar”, konsumen di Eropa Barat “dengan cepat mengadopsi smartphone 5G”.

Menurut penelitian Strategy Analytics, Samsung menguasai 88 persen pangsa pasar yang mengesankan dari semua smartphone 5G yang dikirim di Eropa Barat selama paruh pertama tahun 2020. Namun Apple iPhone 12, Xiaomi dan merek smartphone China lainnya, kecuali Huawei, akan menantang dominasi 5G Samsung di paruh kedua tahun 2020 tahun ini.

Tentu saja dengan pembatasan yang dilakukan AS, Huawei tak mampu berkompetisi di pasar smartphone 5G yang mulai booming di Eropa.

Dengan kondisi yang karut marut, firma riset TrendForce memproyeksi produksi smartphone Huawei sepanjang 2020 hanya akan mencapai 170 juta unit. Angka ini lebih rendah 10% dibandingkan dengan prediksi sebelumnya, yakni 190 juta unit.

Menurunnya permintaan berdampak langsung pada penguasaan market share. Tak tanggung-tanggung, lembaga riset itu memprediksi, Huawei akan kehilangan sekitar 14% pangsa pasar pada tahun ini dan 4% pada 2021 karena pembatasan AS.

Dengan produksi yang menurun drastis, pangsa pasar Huawei dipastikan akan menciut. Alhasil, perusahaan yang didirikan oleh Ren Zhengfei itu diprediksi bakal keluar dari lima besar. TrendForce memperkirakan, peringkat Huawei pada 2021 bakal anjlok ke posisi tujuh dari posisi dua saat ini.

Tak dapat dipungkiri, daya tahan Huawei kini tengah diuji. Mampukah vendor yang memiliki logo mirip bunga merah menyala itu terus bertahan di bisnis smartphone?

Terima kasih telah membaca artikel

Catatan Akhir 2020: Menguji Daya Tahan Samsung dan Huawei