
Bukan ‘Dijual’ ke Asing, Kemenkes RI Beberkan Fungsi Data Genomik Sebenarnya

Jakarta –
Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) yang konon dikabarkan menjadi pembuka jalan dijualnya data genomik warga Indonesia ke negara asing, gaduh dipersoalkan. Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia meluruskan, kegunaan BGSi sebetulnya bermanfaat bagi pengobatan dan perawatan pasien, agar jauh lebih efektif.
Teknologi BGSi menggunakan proses sequencing untuk melihat data genomik masing-masing pasien. Dari profil genomik yang didapat, bisa terlihat risiko penyakit hingga pengobatan yang paling sesuai diberikan.
Selama ini disebutnya, pengobatan banyak mengacu pada referensi negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dengan dominasi populasi kaukasia. Sementara di Indonesia, tentu jauh lebih beragam.
“Setiap individu itu mempunyai background yang spesifik, termasuk juga background genetik yang berbeda-beda, yang bisa mempengaruhi outcome dari pengobatan, yang bisa mempengaruhi hasil dari pengobatan,” beber Rizka dalam sesi bincang online, Kamis (22/6/2023).
“Misalnya, saya dengan mbak (host), diobati dengan obat yang sama, belum tentu hasilnya sama, nah itu disebabkan oleh pengaruh genetik tadi,” lanjutnya.
Kemunculan BGSi diyakini Rizka untuk meningkatkan pelayanan kedokteran presisi. Juga bukan hanya bermanfaat pada manusia, dalam menelusuri karakteristik suatu patogen dan penyakit, sequencing ikut digunakan.
Misalnya, saat pandemi COVID-19, whole genome sequencing setiap sampel menunjukkan jenis varian apa yang menginfeksi dan mendominasi di pasien COVID-19 Indonesia. Hal ini memudahkan pemerintah memetakan kebijakan pengetatan pergerakan masyarakat.
Diagnosis Penyakit dan Risiko Jantung-Kanker
“Jadi ketika terutama untuk kondisi penyakit-penyakit tertentu, obat-obat tertentu yang sangat dipengaruhi oleh profil genetik,” sebut Rizka.
Tidak hanya itu, risiko penyakit seperti kanker hingga jantung bisa diketahui lebih awal melalui teknologi BGSi, sehingga peluang pemulihannya lebih besar.
“Apakah org tersebut bisa memiliki risiko terhadap penyakit tertentu, apakah kanker, diabetes di usia muda bisa timbul dan sebagainya, atau risiko penyakit jantung,” beber Rizka.
“Kita kan punya gagasan untuk mencegah penyakit preventif dengan menegtahui faktor risiko tersebut kita bisa melakukan tindakan-tindakan preventif supaya tidak menjadi sakit,” sambung dia.
NEXT: 9 RS sudah menerapkan teknologi tersebut untuk tujuan yang berbeda-beda
Bukan ‘Dijual’ ke Asing, Kemenkes RI Beberkan Fungsi Data Genomik Sebenarnya
