ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik

Jakarta, – Seiring meluasnya penggunaan internet di tengah masyarakat, kebutuhan untuk selalu terhubung menjadi kian vital.

Dimana pun kita berada, hampir selalu ingin terkoneksi. Tentu saja, sebagai negara kepulauan, membangun jaringan tower BTS (base transceiver station) ataupun menggali tanah untuk menyambungkan kabel fiber optik di Indonesia menjadi tantangan yang tidak mudah. Maka dari itu koneksi internet menggunakan satelit juga mempunyai peran penting.

Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Anggoro Kurnianto Widiawan menuturkan bahwa komunikasi satelit sudah ada sejak lama.

“Komunikasi satelit sudah ada sejak lama dan mendominasi di tahun 1970-an. Namun dominasinya menurun di tahun 200-an seiring munculnya fiber optik, submarine cable, dll. Kemudian lebih turun lagi ketika muncul mobile communication. Wajar, bila masyarakat kurang mengenal teknologi satelit,” ucap Anggoro.

Namun belakangan ini masyarakat global dan Indonesia mulai mengerti betapa pentingnya memahami perkembangan dunia persatelitan.

“Dan tahun ini kami ingin mendorong lebih jauh lagi ke arah sinergi ekosistem untuk membangun kesadaran bersama untuk menciptakan value ke customer,” ucap Anggoro Kurnianto Widiawan.

Karena sebenarnya, lanjut Anggoro, koneksi itu tidak berbeda. “Koneksi tidak ada bedanya. Baik menggunakan jaringan seluler, fiber optik, atau satelit. Yang penting adalah value-nya (nilainya). Guna menghindari perangkap komoditas, Kami ingin mendorong sinergi ekosistem untuk menciptakan value,” tutur Anggoro.

Baca Juga: Implementasi 5G di Sektor Maritim oleh Telkomsel dan ZTE Tingkatkan Hasil Laut di Gorontalo 11%

Bagaimana kebutuhan pasar satelit saat ini?

Asian Development Bank (ADB) memperkirakan kebutuhan kapasitas satelit di Asia Pasific untuk tahun 2024 mencapai lebih dari 400 Gbps.

Sementara menurut Northern Sky Research (NSR), kebutuhan kapasitas HTS baik HTS GSO maupun HTS NGSO pada tahun 2024 lebih dari 340 Gbps.

Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan itu, teknologi juga berkembang untuk memenuhinya. Tidak hanya meningkat secara kapasitas, melainkan juga memberikan dampak yang signifikan bahkan merubah wajah dunia ICT. Teknologi berkembang semakin efektif dan efisien, sehingga memberikan tantangan baru terhadap industri satelit.

ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik

Melihat tren yang ada, APSAT (Asia Pacific Satelite Communication System) International Conference ke-20 yang diselenggarakan pada 4 dan 5 Juni 2024 di Jakarta, mengambil tema ’Synergistic Ecosystem in Value Creation’.

Perhelatan internasional ini dihadiri beragam operator satelit dari berbagai negara yang akan berbagi pengalaman dalam menghadapi dinamika bisnis di negaranya maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu secara regional maupun internasional.

Meningkatnya ketersediaan layanan-layanan HTS yang menggunakan orbit Geostasioner (GSO) dan Non-Geostasioner baik itu orbit rendah (LEO) maupun orbit menengah (MEO) memberikan pilihan jenis layanan yang lebih bervariasi yang juga semakin meramaikan bisnis satelit di Indonesia.

Baca Juga: Dianggap Predatory Pricing Karena Banting Harga, Ini Kata Starlink

Kapasitas Satelit Meningkat Signifikan

Anggoro menuturkan bahwa para operator satelit di Indonesia telah menyiapkan kapasitas satelit yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Peningkatan ini diantaranya juga didorong oleh perkembangan teknologi satelit baik HTS maupun konstelasi NGSO.

“Dengan bervariasinya layanan satelit tersebut, memberikan kesempatan bagi para customer untuk memilih sesuai preferensinya,” tutur Anggoro.

Telkomsat, misalnya, pada 2024 ini akan memiliki total 45 Gbps kapasitas satelit GSO (Satelit Merah Putih, HTS-113BT, Apstar-5D, Mysat-1) dan 180 Gbps kapasitas satelit NGSO (Starlink).

Kapasitas tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan beberapa sektor yang meliputi ISP, pemerintah, banking & enterprise, sekolah, rumah sakit, serta wholesale kepada operator telekomunikasi lainnya.

Baca Juga: Tak Hanya Jualan Internet, Starlink Kantongi 3 Izin di Indonesia

Sementara PSN melihat broadband market masih sebagai salah satu pasar yang menjanjikan bagi operator satelit.

Sebagai strategi dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut, PSN akan menyediakan 165 Gbps kapasitas satelit GSO (Nusantara-1 dan Satria-1) serta rencana peluncuran satelit NUSANTARA-5 dengan kapasitas satelit sebesar 165 Gbps untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayah Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik  ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik

Sementara itu, ada pula operator-operator yang juga telah merencanakan beberapa terobosan, misalnya melakukan roll-out untuk layanan sistem NGSO-nya, dan bersiap masuk ke dalam pasar enterprise, government, dan military, termasuk telah melakukan trial untuk beberapa use case seperti cellular backhaul, ERP system, mobility and emergency response, maritime, dan IoT.

Baca Juga: Langit Indonesia Masih Dikuasai Satelit Asing

Fokus Pada Value

Sinergi dalam ekosistem industri satelit menjadi hal yang terus menerus diupayakan, apalagi mengingat persaingan yang dinamis di industri ini.

Kehadiran APSAT, tegas Anggoro, menjadi wadah yang penting bukan saja terkait sinergi saja, tetapi juga adanya kesadaran bahwa setiap industri memiliki keunikan yang bisa mengisi kebutuhan pasar ke depan yang juga semakin beragam dan unik.

Peluang konvergensi antara layanan satelit dan seluler, menurut Anggoro, menjadi peluang yang terbuka untuk dikembangkan bersama-sama sehingga masing-masing pelaku industri telekomunikasi memiliki value yang unik, yang pada akhirnya ekosistem satelit dapat sustain.

ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik

ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik

Misalnya perluasan ekosistem satelit, terutama dengan munculnya layanan NGSO layanan NGSO, membutuhkan sistem darat yang kuat untuk mendukung berbagai aplikasi dan layanan.

Seiring dengan diversifikasi layanan, infrastruktur darat dan jaringan harus memenuhi tuntutan yang terus berkembang. Diversifikasi ini menuntut produsen untuk terus berinovasi agar tetap menjadi yang terdepan di industri ini.

“Persaingan layanan dari waktu ke waktu itu sesungguhnya tidak hanya pada dimensi konektivitas, tetapi juga values yang melekat di dalamnya juga bisa dikembangkan menjadi bisnis yang semakin unik, untuk pasar yang juga punya karakteristik khusus,” kata Anggoro.

Baca Juga: Satelit Nusantara Dua Siap Meluncur di Angkasa

Anggoro mengingatkan, masa depan bisnis konektivitas satelit masih menyimpan potensi yang sangat besar.

Dia menyontohkan sektor maritim di Indonesia, dimana dengan keberadaan 17.000 pulau dan letak geografis yang unik akan menjadi tantangan tersendiri bagi jaringan terestrial tradisional.

Dengan demikian, komunikasi satelit akan menjadi solusi penting untuk memastikan konektivitas yang baik di seluruh wilayah maritim terpencil.

Akan tetapi, lanjut Anggoro, persebaran layanan satelit di sektor maritim saat ini masih terkendala beberapa hal, yaitu biaya operasional yang tinggi dan kebutuhan peralatan yang menyesuaikan dengan wilayah laut.

“Oleh sebab itu, semangat saling membantu mencari solusi, baik terkait penyesuaian teknologi, juga regulasi yang mungkin saja bisa menjadi jalan tengah bagi keberlangsungan ekosistem bisnis satelit secara menyeluruh,” tegas Anggoro Kurnianto Widiawan.

Baca Juga: Tantangan Bisnis Satelit di Indonesia

Terima kasih telah membaca artikel

ASSI Gelar Konferensi APSAT ke-20, Perkuat Sinergi Penyedia Layanan Satelit di Asia Pasifik