Asa yang Tak Berujung, Kasus Satelit Militer Indonesia Kembali Diungkap

Seolah kabarnya telah ditelan bumi, Bangsa Indonesia pada beberapa tahun silam sempat punya harapan untuk memiliki satelit komunikasi militer dan pertahanan sendiri, yakni mensajajarkan Indonesia dengan Singapura, Thailand, Malaysia dan Vietnam, yang lebih dulu mempunyai satelit bergenre “militer.” Namun, karena satu dan lain hal, harapan itu kandas.

Baca juga: Pentingnya Satelit Militer di Slot Orbit 123BT, “Karena Ruang Angkasa Adalah Zona Tanpa Kedaulatan”

Dikutip dari detik.com (13/1/2022), disebutkan Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengusut dugaan pelanggaran hukum di balik proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2015. Dalam waktu dekat, kasus yang merugikan negara hampir Rp1 triliun itu bakal naik penyidikan karena disebut telah cukup bukti.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

Asa yang Tak Berujung, Kasus Satelit Militer Indonesia Kembali Diungkap

“Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada,” ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1/2022).

Kontrak itu berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini. Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran.

Asa yang Tak Berujung, Kasus Satelit Militer Indonesia Kembali Diungkap

Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.

“Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya,” kata Mahfud.

“Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp304 (miliar),” imbuhnya.

Asa yang Tak Berujung, Kasus Satelit Militer Indonesia Kembali Diungkap

Menurut Mahfud, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan, yaitu Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Di sisi lain Mahfud menyebutkan persoalan ini tengah diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung).

Baca juga: Selain Perbankan, Akses Komunikasi Data TNI Juga Terganggu Akibat Satelit Telkom 1

Seperti diketahui, buntut dari terseoknya pengadaaan satelit komunikasi militer oleh Airbus Defence and Space (ADS), ternyata membawa dampak lanjutan, yakni dengan digugatnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI oleh Avanti Communications, perusahaan penyedia jasa satelit asal Inggris. Kemhan RI baru membayar US$13,2 juta dari total kontrak US$30 juta, atau masih menyisakan pembayaran US$16,8 juta, sehingga berakhir dengan keputusan arbitrase oleh Avanti.

Gugatan perusahaan itu terhadap Indonesia sudah dimasukkan melalui Pengadilan Internasional London sejak Agustus 2017. Penyewaan dilakukan untuk menggantikan peran satelit Garuda-1 yang telah mengorbit sejak 2000 di slot orbit 123BT (Bujur Timur) telah melenceng dari lintasannya.

Baca juga: 2019! Seharusnya Satelit Militer Indonesia Resmi Mengorbit di Luar Angkasa

Dari pihak pihak ADS lain lagi, menyatakan kontrak dibatalkan karena Indonesia tak kunjung bayar uang muka proyek penggarapan satelit militer. Dalam APBN 2016-2017, telah dianggarkan sekitar Rp1,3 triliun untuk uang muka pembelian satelit tersebut. Pengadaan satelit yang disebutkan khusus untuk keperluan militer, yang awalnya dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2019. (Gilang Perdana)

Terima kasih telah membaca artikel

Asa yang Tak Berujung, Kasus Satelit Militer Indonesia Kembali Diungkap