Agar Jaringan Lebih Efisien, XL Axiata Minta Pemerintah Matikan Jaringan 3G

Jakarta, – Dengan diluncurkannya 5G pada Mei lalu, industri selular Indonesia telah memasuki era baru. Setelah komersial layanan 5G oleh Telkomsel, Indosat Ooredoo dan XL Axiata, operator dibawah Sinar Mas Group, Smartfren juga bersiap menggelar layanan serupa.
Dalam gelaran “Indonesia 5G Conference” yang diselenggarakan secara daring oleh Selular Media Network (SMN), Chief Technology Officer Smartfren Shurish Subbramaniam, mengungkapkan tahapan 5G yang saat ini tengah dilakukan.
Menurutnya, untuk tahun ini, Smartfren akan melakukan Uji Laik Operasi (ULO) jaringan 5G. ULO akan dilakukan pada akhir tahun atau Desember 2021 mendatang. Sedangkan, tahun depan Smartfren menargetkan meraih SKLO 5G dari Kominfo dan menggelar 5G di beberapa area.
“Timeline kita saat ini ULO dulu sebelum akhir tahun, selanjutnya tergantung pada kesiapan ekosistem di frekuensi 2,3 GHz, kami akan menggelar layanan 5G di area yang dipilih,” jelas Shurish, Selasa (26/10).
Persoalan frekwensi memang menjadi isu kritikal operator dalam menggelar 5G. Isu lain yang tak kalah penting menyangkut pengembangan ekosistem dan use cases (kasus penggunaan).
Karenanya menurut Shurish, diperlukan kolaborasi seluruh stake holder, terutama pemerintah dalam menyediakan frekwensi khusus bagi 5G agar layanan yang diberikan operator kepada pelanggan, baik consumer maupun enterprise bisa berjalan optimal.
Selain ketersediaan frekwensi, isu lain yang mengemuka adalah menyangkut pengelolaannya, terutama spectrum 3G. Menurut I Gede Dharmayusa, Director/CTO XL Axiata, demi mendorong efisiensi jaringan, sebaiknya pemerintah tak segan untuk mengambil kebijakan menghentikan layanan 3G
“Dihentikannya layanan 3G akan membuat operator lebih leluasa dalam memanfaatkan spectrum untuk kepentingan yang lebih luas, termasuk 5G”, ujar Gede.
Saat ini kebijakan penghentian layanan 3G memang diserahkan kepada operator. Sebagian operator juga sudah secara bertahap menghentikan layanan 3G dan mengalihkannya ke 4G. Namun jika keputusan penghentian 3G ditetapkan oleh regulator, maka hal itu tidak akan menimbulkan polemik di masyarakat, tambah Gede.
Tak dapat dipungkiri, meski layanan 4G sudah mulai merata di seluruh Tanah Air, masih banyak pengguna yang memanfaatkan layanan 3G, terutama untuk mengakses internet.
Dengan kata lain, masih banyak SIM card 3G yang beredar di masyarakat, sehingga operator perlu berhati-hati. Pasalnya memadamkan 3G tanpa sepengetahuan pelanggan akan merugikan mereka. Di sisi lain, operator juga bisa kehilangan pelanggan karena terputusnya layanan.
Di sisi lain, lembaga kajian telekomunikasi global, Open Signal dalam laporannya mencatat, operator selular di Indonesia melakukan pendekatan yang berbeda untuk menghadapi kelangkaan spektrum.
Open Signal dalam hal ini menekankan, pentingnya untuk memperbaharui spektrum 3G untuk beralih ke 4G, ketika Indonesia sedang membuat langkah untuk mengadopsi jaringan kelima.
Dan catatannya memang tidak mudah, mengingat sebagian besar masyarakatnya masih bergantung kepada jaringan 3G.
Itu artinya, operator di Indonesia menghadapi tantangan dalam mematikan jaringan 3G sepenuhnya. Operator dalam menggunakan kembali spektrum 3G tersebut untuk mengefisiensikan teknologi 4G saat ini, dan juga untuk layanan 5G.