
Serangan Layanan Cloud dan Solusi Pendukung WFH Meningkat 630%

Jakarta, – McAfee Corp perusahaan keamanan siber melihat bahwa di berbagai belahan dunia, serangan terhadap layanan cloud dan teknologi kolaborasi ternyata meningkat signifikan sebesar 630%, yang didorong oleh kembalinya masyarakat di berbagai belahan dunia bekerja secara jarak jauh atau Work From Home (WFH)
Data IDC memperlihatkan bahwa sejak awal pandemi, penggunaan cloud meningkat sebesar 40%. Alhasil, banyak celah keamanan yang timbul dari penggunaan layanan cloud dan teknologi kolaborasi seperti Microsoft 365, Webex, Zoom, Teams ataupun Slack. Beberapa insiden keamanan yang terjadi di Indonesia antara lain peretasan akun dan penyebaran situs penipuan di Bali, sampai dengan kebocoran data penduduk dari lembaga pemerintah.
Baca juga: 279 Juta Data Penduduk Bocor, Bersumber dari BPJS Kesehatan?
Jonathan Tan, Managing Director, Asia, McAfee menjelaskan melihat perkembangan situasi dan kondisi bisnis saat ini, serta berbagai ancaman yang muncul, semua pihak pun mulai mengambil tindakan.
“Di bulan Juni ini, pemerintah baru saja membentuk Computer Security Incident Response Team di bawah BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), yang diharapkan dapat meperkokoh pondasi sistem keamanan informasi dalam organisasi, terutama organisasi pemerintahan. Para pelaku industri dan bisnis juga mulai memikirkan apa yang bisa dilakukan di sisi perusahaan agar proses bisnis mereka tidak terganggu oleh ancaman-ancaman keamanan siber,” terangnya.
Dan tak dipungkiri persoalan ini menjadi tantangan tersendiri bagi operasional keamanan dalam perusahaan kecil hingga menengah. Banyak perusahaan, terutama bisnis level tersebut kesulitan dalam membangun sistem keamanan yang memadai karena beberapa hal, antara lain: keyakinan bahwa diperlukan tim yang berjumlah banyak dan memiliki keahlian tinggi untuk menjaga keamanan siber, akan dibutuhkannya banyak jenis solusi keamanan IT yang berbeda dan penerapannya yang kompleks, serta bagi perusahaan yang sudah memiliki tim keamanan siber, mereka kebingungan dalam mengolah sumber data yang berbeda-beda.
Baca juga: Waspada Cryptomining, Serangan Siber yang Membuat Perangkat Lemot!
“Sebagaimana ditunjukkan oleh studi yang dilakukan oleh ESG (Enterprise Strategy Group) yang menemukan bahwa lebih dari 75% perusahaan yang disurvei dalam masa pandemi ini merasa kesulitan menangani berbagai data yang berbeda sumber untuk mencari dan mencegah serangan keamanan siber. Dari sisi sumber daya, survei tersebut menemukan bahwa 75% dari perusahaan tidak mampu merekrut ataupun menemukan orang-orang yang memiliki keahlian operasional dan analisis keamanan yang memadai,” papar Jonathan.
Dan secara berlahan, industri kini mulai melirik XDR, yang merupakan tren baru dari keamanan siber, inovasi ini sudah muncul sejak akhir 2020, tapi mulai memuncak kepopulerannya karena dianggap sebagai sistem yang bisa menyatukan seluruh permukaan yang rentan terhadap ancaman keamanan siber, mulai dari web, cloud, data, jaringan dan banyak lagi, ke dalam satu kendali sehingga operasional keamanan dalam perusahaan bisa lebih efisien dan produktif.
Baca juga: Battlegrounds Mobile India Ketahuan Kirim Data ke Server China
Perbedaan mendasar XDR dengan sistem keamanan lama SIEM (Security Information and Event Management) adalah tampilan single pane atau panel tunggal, yang menyerupai dasbor, sehingga personil keamanan bisa melihat semua hal yang terjadi dalam on-premis ataupun juga dalam cloud secara mudah dan terpadu, dan bisa dilakukan dari mana saja, sehingga optimal untuk situasi kerja remote seperti sekarang ini.
“Sangatlah baik untuk mulai mempertimbangkan penggunaan XDR sejak dini agar operasional keamanan dalam perusahaan tidak kewalahan menghadapi jumlah dan jenis ancaman siber yang akan semakin beragam di masa yang akan datang, terutama jika skala bisnis nantinya sudah semakin besar dan kompleks,” tutup Jonathan.
Serangan Layanan Cloud dan Solusi Pendukung WFH Meningkat 630%
