Shopee Affiliates Program

Awal Mula Isu Pembekuan Darah Vaksin Johnson & Johnson

Jakarta

Beberapa negara menghentikan sementara pemberian dosis vaksin COVID-19 Johnson & Johnson karena isu efek samping pembekuan darah. Ini jadi vaksin COVID-19 kedua setelah vaksin AstraZeneca yang mengalami isu serupa.

Bermula ketika Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) pada hari Jumat (9/4/2021), mengumumkan akan menyelidiki empat kasus pembekuan darah pada pasien penerima vaksin Johnson & Johnson di Amerika Serikat (AS). Investigasi tersebut dilakukan usai temuan hubungan efek samping pembekuan darah dengan vaksin AstraZeneca.

Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson dan AstraZeneca diketahui menggunakan platform yang sama yaitu viral vector adenovirus. Intinya vaksin menggunakan virus tak berbahaya sebagai ‘pengantar’ materi genetik virus penyebab COVID-19 pada sistem kekebalan tubuh.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) pada Rabu (14/4/2021), pada akhirnya mengumumkan rekomendasi menghentikan sementara pemberian vaksin Johnson & Johnson. Hal ini dilakukan dalam rangka investigasi karena kini sudah ada enam kasus pembekuan darah.

Dari total 6,8 juta dosis vaksin Johnson & Johnson yang sudah diberikan di AS, ada enam wanita berusia 18-48 tahun yang dilaporkan mengalami pembekuan darah.

Satu pasien meninggal dunia dan satu orang lainnya tengah dirawat dalam kondisi kritis.

“Kami merekomendasikan penghentian sementara vaksin ini dalam rangka kewaspadaan,” tulis FDA melalui Twitter.

Masih belum diketahui pasti mekanisme yang terjadi di balik kejadian pembekuan darah. Sebagian ahli memiliki hipotesis ini berkaitan dengan respons imun pada trombosit.

Sementara pada kasus vaksin AstraZeneca, sudah ada 222 kasus pembekuan darah dari 34 juta orang di Eropa. Sebagian besar terjadi pada wanita berusia 60 tahun.


Terima kasih telah membaca artikel

Awal Mula Isu Pembekuan Darah Vaksin Johnson & Johnson