
PP Postelsiar Lemah Jegal OTT Asing

Jakarta, – Kehadiran regulasi yang mengatur bisnis layanan Over The Top (OTT) memang sudah mendesak, sehingga kehadiran Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (PP Postelsiar), diharapkan memang menjadi angin segar bagi penyelenggara telekomunikasi dalam negeri.
Hanya saja menurut, Kamilov Sagala, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) menyoroti beberapa kelemahan PP Postelsiar terhadap pengaturan bisnis OTT asing.
“Tidak disinggung mengenai pajak digital, yang justru menguntungkan OTT dalam menjalankan usahanya di pasar Indonesia yang besar. Negara jadi rugi, karena devisa mengalir keluar,” tegas Kamilov Sagala, dalam webinar bertema ‘Menuju Kompetisi yang Sehat di Industri ICT Pasca PP Postelsiar’ yang diinisiasi oleh IndoTelko Forum, Rabu (24/3).
Baca juga: Pengamat: OTT Asing Bakal Tunduk Oleh RPP Postelsiar
Pengamat yang juga mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini menceritakan ketika suatu layanan OTT masuk, ujung yang dirugikan masyarkat, orpator dan pemilik konten diuntungkan. “Terakhir Facebook perbulan di indoneisia berhasil mendulang triliunan rupiah. Jika ditanya kemana pajaknya itu? lalu OTT lokal dan asing soal kewajiban pemyayaran pajaknya tidak seimbang,”lanjutnya
Menurut Kamilov, pemerintah atau regulator seharusnya konsisten untuk menyelamatkan industri di dalam negeri dan juga konsumennya. “Dengan tidak adanya BRTI, Kominfo sebagai penguasa tunggal tidak bisa otoriter. Harus dibangun hubungan dengan asosiasi-asosiasi telekomunikasi yang peduli terhadap perkembangan industri dan perlindungan masyarakat,” katanya.
Baca juga: Aturan Terhadap OTT Asing, Mengapa Indonesia Tidak Setegas Australia?
Kemudian jika Kominfo sebagai legulator juga mendapuk tugas sebagai pengawas, Kamilov mengibaratkan seperti jeruk makan jeruk, “tidak ada pengawas, wasit pun menjadi pemain. BRTI harus kembali dihadirkan dan lebih independen. Harus kita garap, karena tanpa BRTI independen ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan kesulitan mengakomodir persoalan telekomunikasi,” tutur Kamilov.
Tidak Bisa Tekan OTT Asing
Sementara itu, Muhammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) menambahkan seharusnya, OTT khusus yang setara seperti telekomunikasi penyiaran seperti aplikasi perpesanan whatsapp, Netflix dan lain sebagainya harus bekerjasama dengan oprator lokal untuk penyedian jaringan dan VPN.
“Tanpa kerjamasama, maka oprator saja yang menyediakannya, yang menampung layanan mereka. Asas keadilan layanan butuh perhuitungan, trafik butuh Mbps hitungan teknisnya ada, berapa kontribusinya bagi penyedia konten yang setara telekomunikasinya, ada itung-itunganya seperti itu,” sambung Ridwan.
Baca juga: Pengamat: OTT Asing Bakal Tunduk Oleh RPP Postelsiar
Sehingga hilangnya pasal 14 dalam PP Postelsiar yang mengharuskan OTT asing wajib bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia maka ketegasan pemerintah terhadap OTT asing menjadi hilang ‘ketegasanya’.
Dan penganti pasal itu dikembalikan lagi kepada operator, yang dalam pasar 15 mengamanatkan, bahwa operator bisa melakukan ‘pengelolaan trafik’ dari layanan para OTT tersebut. Bentuk dan materi kerja sama dilakukan berdasarkan yang telah disepakati
oleh para pihak. “Artinya PP Postelsiar ini tidak mengakomodir, jadi untuk menekan OTT asing sepertinya belum bisa,” tandasnya.
PP Postelsiar Lemah Jegal OTT Asing
