Jamin Rasa Keadilan Di Ruang Digital, Jokowi Tak Segan Revisi UU ITE   

Jakarta, – Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memiliki semangat awal untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif. Namun, sayangnya implementasi terhadap undang-undang tersebut kerap disalahgunakna.

Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi, dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Istana Negara, meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Baca juga: RUU PDP Diminta Klasifikasikan Kriteria Hak Pengguna Data

“Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Negara menuturkan pandangannya bahwa belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya. Hal ini sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Negara memerintahkan Kapolri beserta seluruh jajarannya untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.

“Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas,” kata Presiden.

Namun, apabila keberadaan undang-undang tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Presiden bahkan menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Baca juga: Catatan Akhir 2020: Menanti ‘Khasiat’ UU PDP Di 2021

“Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, yah saya akan minta kepada DPR RI untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” tandasnya.

Hal ini tentu menjadi menarik, pasalnya tak jauh dari pernyataan ini, Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif dalam memberi masukan dan kritik pada pemerintah. Menurutnya, kritik tersebut adalah bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.

Bila mengacu pada data SAFEnet, terdapat 285 kasus UU ITE sejak tahun 2008 hingga 2019. Sedangkan sepanjang Januari-Oktober 2020, SAFEnet mecatat, ada 59 kasus UU ITE. Pasal-pasal yang disangkakan merupakan pasal karet. Seperti pasal 28, pasal 27 pasal 14-15.

Sedangkan berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), hingga Oktober 2020, ada sebanyak 10 peristiwa dan 14 orang yang diproses hukum karena mengkritik Presiden Jokowi Widodo.

Lalu dari 14 peristiwa, 25 orang diproses dengan obyek kritik kepolisian, dan 4 peristiwa dengan 4 orang diproses karena mengkritik Pemda. Mereka diproses dengan penggunaan surat telegram Polri maupun UU ITE.

Terima kasih telah membaca artikel

Jamin Rasa Keadilan Di Ruang Digital, Jokowi Tak Segan Revisi UU ITE