Hati-Hati, Hoaks Vaksin Covid-19 Melonjak Tajam

Jakarta, – Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada pertengahan Maret 2020, jagat media sosial (medsos) di Indonesia menjadi ladang subur tumbuhnya peredaran berita hoaks atau kabar bohong.

Hasil identifikasi Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga 26 januari 2021 terdapat 1.387 isu hoaks yang tersebar di berbagai platform digital.

“Hingga pagi ini ada 474 isu hoaks secara kumulatif dan tersebar di lebih dari 1.000 sebaran di platform digital. Jadi, setiap harinya ada peningkatan terus,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan dalam Dialog Interaktif “Tolak dan Waspada Hoaks”, dari ruang Media Center KPC PEN Kementerian Kominfo, Jakarta.

Baca juga: Hadang Pusaran Hoaks ‘Melumat’ Vaksin Covid-19  

Semuel juga menyatakan peredaran hoaks soal Vaksin Corona melonjak setelah Program Vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari lalu. Menurutnya, berbagai konten hoaks atau informasi menyesatkan beredar di masyarakat. Kondisi ini diperparah karena masih ada oknum tidak bertanggung jawab yang dengan sengaja membuat dan menyebarkan hoaks.

“Salah satu hoaks yang beredar menyebutkan adanya alat pelacak di barcode di vaksin Covid-19, faktanya barcode pada kemasan vaksin adalah untuk melacak distribusi vaksin. Pelacakan tidak terdapat pada tubuh orang yang disuntik vaksin, melainkan pada kemasan. Kominfo pun menandai informasi itu sebagai hoaks,” jelasnya.

Kominfo pun berkomitmen memberantas penyebaran hoaks, selain aktif memberi stempel hoaks untuk konten kabar bohong yang beredar di masyarakat serta menyebarkan fakta klarifikasi melalui diseminasi informasi. Dirjen Semuel menyatakan Kementerian Kominfo juga memiliki program literasi digital agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana menggunakan ruang digital secara cerdas.

Selain itu, langkah lain yang diambil adalah dengan cara men-take down atau menghapus dari sosial media sebagai sumber penyebarannya itu.

Namun jika sudah mengganggu ketertiban umum, bisa lapor ke polisi untuk ditindaklanjuti. Saat ini sudah ada 104 kasus yang ditangani kepolisian terkait hoaks Covid-19 ini.

Dalam sesi diskusi, Dirjen Aptika menyatakan dengan data-data log file mesin pengais yang dimiliki, Kementerian Kominfo mampu mendeteksi siapa pelaku yang menggunggah konten hoaks pertama kalinya maupun melihat yang menjadi inisiatornya.

Baca juga: PSBB Jawa-Bali, Momentum Lawan Disinformasi Vaksin Covid-19

“Digital itu ada timeline, per detik pun kami lihat. Jadi, nanti polisi bisa mendalami lebih jauh lagi dari mana. Inilah memang keunggulan digital, sebenarnya sangat terbuka. Jadi, kalau ada masyarakat yang memakai nama palsu pun kita tahu karena kita bisa deteksi di mana keberadannya sampai bisa diproses di kepolisian karena punya barang bukti yang cukup sampai termasuk mengidentifikasi orang-orangnya,” tuturnya.

Lebih lanjut, Dirjen Aptika Kominfo itu menyebut secara umum pemerintah sudah mengatur sanksi pidana dan material bagi para penyebar hoaks dalam Undang-Undang. “Artinya apa? Masyarakat hati-hati juga, apalagi kalau penyebaran hoaks ditemukenali secara sengaja sudah pasti kita mengetahuinya dan akan kita kejar. Tapi jika ada masyarakat yang tidak tahu namun ikut menyebarkan, itu juga merupakan tindakan yang berbahaya yang ada sanksinya,” tandasnya

Terima kasih telah membaca artikel

Hati-Hati, Hoaks Vaksin Covid-19 Melonjak Tajam