Polemik WhatsApp, Pengamat: Pemerintah Perlu Hadirkan Email, Chat Dan Medsos Asli Indonesia

Jakarta, – Polemik kebijakan baru pesan digital WhatsApp yang menuai kontroversi, tentu membuka mata kita soal bagaimana data pribadi kita dikelola, diolah dan seperti apa tingkat keamanannya ketika berada dipihak ke-3.
Chairman lembaga riset keamanan siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center), Pratama Persadha menjelaskan, jika tingkat kerentanan data pengguna masih ada, walapun dilindungi dengan sistem enkripsi.
Baca juga: Hadang Kebijakan Baru WhatsApp, Melumat Data Pribadi Pengguna
“Buktinya, Facebook sendiri melayangkan tuntutan ke NSO sebuah perusahaan spyware asal Israel yang menjual dan mengembangkan malware Pegasus, yang memiliki kemampuan memata-mati smartphone melalui WhatsApp. Artinya kelemahan sebuah aplikasi selalu ada, meskipun sudah diperkuat dengan enkripsi. Karena sejatinya sebuah aplikasi terdiri dari banyak susunan materi teknologi tidak hanya enkripsi,” tuturnya, kepada Selular.
Kemudian Pratama mengungkapkan dalam persoalan WhatsApp yang ramai diperbincangkan ini, secara penggunaan untuk orang biasa tentu masih tergolong aman. Tetapi bagi pejabat negara maupun yang pekerjaannya berhubungan dengan rahasia negara, sebaiknya meninggalkan aplikasi pesan sejuta umat itu, dan kemudian mencari alternatif lain yang lebih aman.
“Banyak alternatif dari aplikasi dalam dan luar negeri yang bisa digunakan. Momentum ini seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah bahwa harus ada proyek besar untuk menghasilkan layanan email, chat dan medsos asli Indonesia,” tegasnya.
Kemudian juga diperlukan langkah untuk memperluas pusat data, agar data masyarakat Indonesia khususnya jangan terus dimanfaatkan asing tanpa kita lindungi dan tanpa kita dulang manfaatnya sama sekali.
Baca juga: RUU PDP Diminta Klasifikasikan Kriteria Hak Pengguna Data
Pratama menceritakan enkripsi yang melindungi data saat dikirimkan dari satu prangkat ke prangkat lain melewati proses enkrip dan dekrip. Namun data itu masih bisa diagregat untuk menghasilkan sebuah big data baru yang siap pakai.
“Misalnya ada digital marketer akan menjual produk kliennya yaitu sepatu sepak bola, maka iklan yang disetting pada FB akan mengarahkan orang-orang yang sedang mencari dan membicarakan sepatu sepak bola untuk melihat iklannya di FB, IG dan mungkin juga Youtube,” ceritanya.
“Ini yang dilakukan FB pada platform IG dan WA, pada intinya adalah mengetahui hal paling privasi dari seseorang yaitu interest, kecenderungan pada sesuatu baik produk, pilihan politik maupun hal lainnya,” tutup Pratama.