Pasca Blacklist, Pangsa Pasar DJI Di AS 75% Sulit Tergantikan

Jakarta, – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih berlanjut. Kali ini, pemerintah AS memasukkan nama pabrikan drone asal China, DJI, ke dalam blacklist sebagai perusahaan yang terlarang dalam urusan perdagangan. Alasan dimasukkannya nama DJI ke dalam daftar hitam tersebut tak lain karena menyangkut soal keamanan nasional.
Melarang sepenuhnya drone DJI akan menjadi pukulan dahsyat bagi industri, tetapi indikasi awal menunjukkan bahwa hal itu tidak terjadi. Ini karena DJI mendominasi penjualan drone kecil penghobi dan komersial, berkat harga yang relatif rendah, desain yang canggih, sebagai awal masuk pintu gerbang pasar AS.
Baca juga: Drone Super Enteng DJI Mini 2 Melenggang di Indonesia
“Sehingga blacklist DJI, sama seperti mengeluarkan Apple dari pasar smartphone,” kata Daniel Windham, spesialis sistem informasi geografis (GIS) yang bekerja dengan drone DJI, seperti dikutip dari The Verge, Kamis (24/12).
Setelah namanya masuk ke dalam daftar hitam bernama entity list DJI dilarang untuk membeli atau memasok komponen dalam bentuk apapun dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah AS.
DJI pun perlu mengajukan izin khusus terlebih dahulu untuk tetap bisa menjalankan bisnisnya di negeri para aktor Holywood itu bersemayam. Dalam tanggapannya, pihak DJI pun mengutarakan rasa kecewa dengan keputusan pemerintah AS, karena memasukkan namanya ke dalam daftar hitam. Namun, DJI memastikan bahwa konsumen tetap bisa membeli dan menggunakan produknya seperti biasa.
Baca juga: Akibat Perang Dagang, Foxconn Alihkan Sebagian Produksi Apple ke Vietnam?
“DJI tetap berkomitmen mengembangkan produk-produk paling inovatif di industri yang membentuk perusahaan kami dan menguntungkan dunia,” ujar DJI dalam sebuah pernyataan.
Berbeda dengan Huawei, yang efeknya terbilang signifikan karena perusahaan tersebut tak bisa menggunakan aplikasi dan aneka layanan Google di ponsel.
Untuk DJI justru berpengaruh terhadap ekosistem, alias ruginya akan meluas dari pelarangan ini, karena ternyata banyak aplikasi dari perangkat lunak buatan AS tersamat dalam sistem drone DJI. Alhasil menurut para pengamat bisnis, bisnis DJI yang terstruktur akan cenderung bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Nokia Uji Coba Drone untuk Peringatan Tsunami
Mike Winn, CEO perusahaan analisis data drone DroneDeploy menjelaskan jika dirinya yakin DJI, sebagai perusahaan yang sangat terintegrasi secara vertikal dan memproduksi banyak perangkat keras secara mandiri, akan tetap mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari aplikasi perangkat lunak buatan AS, yang dibangun di atas kit pengembangan perangkat lunak DJI.
“Itu tidak terkait dengan sistem operasi buatan Amerika seperti cara pembuat ponsel Huawei bergantung pada Google, ketergantungan yang telah mengunci konsumen ponsel dari aplikasi Android yang populer,” kata Winn.
Namun, beberapa pesaing melihat larangan DJI sebagai peluang. Demikian pula, platform drone open-source Auterion berpendapat bahwa daftar hitam akan membuat setiap transaksi dengan DJI sebagai risiko hukum, sekaligus mendorong bisnis menuju alternatif perangkat drone buatan AS untuk masuk mengantikan.
Tapi Winn tidak berpikir demikian, menurutnya DJI untuk pasar AS tidak bisa digantikan dengan mudah dan dalam waktu dekat. “Kenyataannya DJI memiliki sekitar 75 persen pangsa pasar di AS. Jika itu benar-benar dilarang dari pasar Amerika, itu akan meninggalkan lubang besar untuk diisi. Dan kami belum tahu perusahaan/brand kompetitor yang bisa mengantikanya,” tandasnya.