Starlink Tidak Sebagus Itu Bos!

– Hadirnya Starlink memang menjadi polemik, baik untuk daerah terpencil tapi tidak cocok untuk masyarakat perkotaan, ini penjelasannya.
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) nyatanya tidak melihat hadirnya Starlink menjadi ancaman berarti, karena layanan internet satelit masih banyak kurangnya.
“Tidak ada operator yang takut sama Starlink” Jelasnya Jerry Mangasas Swandy, Ketua Umum Apjatel Indonesia, dalam acara Selular Business Forum, Jakarta Selatan.
Karena memang sejatinya meskipun internet satelit itu terdengar bagus, nyatanya masih banyak kesulitan yang dialami, apalagi di daerah tropis seperti Indonesia.
“Starlink itu masih terbatas, hujan dikit jelek, ada gedung jelek, jadi untuk masyarakat perkotaan memang tidak cocok, untuk di lapangan luas baru cocok, di hutan pun tidak begitu bagus, paling harus di taro di atas. Karena jaringan satelit ini tidak boleh tertutup, ada awan tebal pun kecepatan internetnya akan turun.” Lanjutnya Jerry.
Kelemahan Starlink ini dikarenakan ia menggunakan pita frekuensi Ku-Band 14.0 GHz – 14.5 GHz dan 10.7 GHz – 12.7 GHz. Dan juga pakai pita 27.5 GHz-30 GHz dan 17.8 GHz – 19.3 GHz untuk Ka Band.
Sedangkan untuk layanan internet satelit Starlink yang bagus dikatakan oleh Jerry, yakni menggunakan pita frekuensi dari C-Band.
Pita frekuensi C-Band ini berada dalam rentang 4 – 8 GHz dan merupakan pita frekuensi yang paling awal dipakai untuk sistem komunikasi.
Cocoknya ialah, Pita frekuensi ini menawarkan stabilitas koneksi, khususnya di tengah cuaca ekstrem. Maka dari itu apabila Starlink menggunakan pita frekuensi ini, bisa manjadi ancaman berarti bagi industri telekomunikasi di Indonesia.
Sejalan dengan itu, mengutip dari artikel sebelumnya yang berjudul Starlink Justru Susah di Perkotaan, Terhalang Gedung Tinggi Menurut Kepala Pusat Data dan Sarana Informatika (PDSI) Kementerian Kominfo Irawati Tjipto Priyanti, menara BTS sebenarnya masih sangat di perlukan bagi seluruh masyarakat.
“Bukan tidak penting lagi, saya kira menara BTS masih tetap dibutuhkan seperti misalnya saat curah hujan tinggi bisa jadi sinyalnya (internet satelit) turn down,” papar Irawati.
Baca juga : Dampak Starlink Masuk Indonesia, Perang Tarif Bisa Buat Industri Bertumbangan