
Johnson & Johnson Diminta Bayar Rp 4,2 T atas Kasus Kanker Akibat Bedak Tabur

Jakarta –
Kasus hukum bedak tabur Johnson & Johnson kembali mencuri perhatian publik. Pengadilan memutuskan perusahaan itu harus membayar 260 juta USD atau sekitar Rp 4,2 triliun kepada seorang wanita di Oregon, Amerika Serikat.
Berdasarkan putusan Pengadilan Distrik Yudisial ke-4 Portland, J&J diwajibkan membayar denda kepada seorang wanita Oregon yang mengidap mesothelioma. Penyakit ini disebut-sebut berkaitan dengan penggunaan jangka panjang bedak tabur J&J.
Diberitakan Reuters, Erik Haas, wakil presiden litigasi J&J mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa putusan tersebut “tidak dapat diselaraskan dengan evaluasi ilmiah independen selama puluhan tahun yang memastikan bahwa bedak talk aman, tidak mengandung asbes, dan tidak menyebabkan kanker.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan perusahaan akan mengajukan banding dan yakin bahwa putusan tersebut akan dibatalkan.
Penggugat dalam kasus ini, Kyung Lee, tahun lalu didiagnosis menderita mesothelioma pada usia 48 tahun. Lee menuduh perusahaan tersebut bahwa dia menghirup talk yang tercemar asbes selama lebih dari 30 tahun, dimulai ketika ibunya menggunakannya ketika dia masih bayi dan kemudian ketika dia menggunakannya sendiri sebagai deodoran.
ADVERTISEMENT
J&J menyatakan bahwa produk bedaknya tidak mengandung asbes dan tidak menyebabkan kanker, dan penelitian ilmiah selama puluhan tahun mendukung keamanan produk tersebut.
Pengadilan menolak dua upaya sebelumnya yang dilakukan perusahaan untuk menyelesaikan kasus kebangkrutan bedak tabur. J&J mengatakan pihaknya yakin bahwa dukungan dari penggugat akan memungkinkan upaya terbaru ini berhasil.
Persidangan dalam kasus bedak memiliki catatan yang beragam, dengan kemenangan besar penggugat termasuk putusan senilai 2,1 miliar USD pada tahun 2021 yang diberikan kepada 22 wanita pengidap kanker ovarium dikaitkan penggunaan bedak tabur.
Johnson & Johnson Diminta Bayar Rp 4,2 T atas Kasus Kanker Akibat Bedak Tabur
