Kominfo Temukan 19.228 Kasus Pornografi Anak Sepanjang 2016-2024

JAKARTA, – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebut ada 19.228 kasus pornografi anak di ranah daring sejak 2016 hingga 2024.
Kasus pornografi yang melibatkan anak-anak sebagai objek pelampiasan seksual sebagai bentuk kekerasan di ranah daring, terus berulang dan masih menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Indonesia.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda Kemenkominfo, Sariaty Dinar menjelaskan pihaknya telah menemukan 19.228 kasus pornografi anak sejak 2016 hingga 2024.
Dia menjelaskan bahwa berbagai penemuan konten tersebut banyak didominasi di platform website, sementara tahun 2023 jadi yang tertinggi dengan 463 kasus pornografi anak.
TONTON JUGA:
“Penemuan konten pornografi yang paling banyak ada di Website dengan jumlah hampir 9.000 konten, lalu platform youtube sebanyak 24 konten,” kata Sari yang Selular kutip Senin (3/6/2024).
“Kemudian ada 9 konten di facebook dan instagram, twitter sebanyak 156 dan telegram sebanyak 131 kasus,” sambungnya.
Baca juga:Kominfo Akan Bentuk Dewan Media Sosial, Ini Fungsinya
Selain itu, Sari mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah melakukan pemblokiran berbagai jenis konten kekerasan yang melibatkan anak secara rutin dan masif.
Sepanjang 8 tahun terakhir, Kominfo telah memutus dan memblokir 37 konten yang berkaitan dengan unsur kekerasan terhadap anak.
“Data mengenai penanganan konten kategori kekerasan anak periode 2016-2024 yang diblokir ada sebanyak sejumlah 37 dilakukan pemutusan akses dan juga pemblokiran terhadap konten yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap anak,” ungkapnya.
Untuk merespon tersebut, Kominfo mengambil langkah proaktif dalam rangka melindungi anak-anak dari konten pornografi di ruang digital melalui peraturan pemerintah atau RPP terkait tata kelola perlindungan anak oleh layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
“Saat ini, Kominfo sedang menyusun RPP tentang tata kelola Perlindungan anak dalam penyelenggara sistem elektronik yang merupakan upaya pemerintah sebagai pemangku kepentingan dalam mewujudkan ruang digital yang aman bagi anak,” ungkapnya.
“Aturan ini juga memiliki peran untuk mempresentasi pemeranan teknologi informasi dan transaksi elektronik,” imbuhnya.
Baca juga:TikTok Buka Suara Usai Viral Game Live Berbau Pornografi
Fungsi RPP
Pada salah satu isi materi RPP tersebut, nantinya layanan PSE memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan sistem elektroniknya secara aman dan tanggap serta bertanggung jawab secara transparan dalam memberikan laporan kasus kekerasan yang terjadi di platform medianya.
“Dalam RPP, nantinya PSE wajib memberikan dan membuat laporan tahunan pertanggung jawabannya, tetapi ini masih dalam tahap pembahasan,” jelas Sari.
“Konsep dari pemerintah itu sudah ada jadi nanti setiap PSE harus memberikan laporan terkait kasus konten kekerasan yang ada di platform digitalnya.”
“Hal ini bertujuan agar penyelenggara sistem memberikan perlindungan terhadap anak dalam mengakses internet,” lanjutnya.
Selain itu, Sari mengungkapkan bahwa mekanisme terkait pemutusan akses juga akan diatur dalam peraturan, sehingga ada kewajiban bagi PSE untuk menciptakan elektronik yang handal aman dan bertanggung jawab.
Jika terjadi pelanggaran maka pemerintah berhak untuk memutus atau memblokir lewat proses peradilan dan kepolisian serta lembaga K/L terkait.
“Akan ada pengembangan kemitraan karena hingga saat ini Kominfo juga sudah melakukan kemitraan dengan beberapa PSE mengenai perlindungan anak, antara lain Meta, TikTok Twitter, Snack Video dan lainnya yang memiliki konsep terhadap perlindungan anak,” katanya
“Referensi kunci dan juga keluaran yang dilakukan oleh pemerintah itu sudah diatur dalam UU ITE dan ini kita akan terus tingkatkan dalam RPP PSE ini,” tandas Sari.