Self Propelled MLRS BM-14/17 “Reborn” – Bakal Digunakan di Perang Ukraina, atau Sebatas Kebutuhan Parade Militer?

BM (Boyevaya Mashina )-14/17 punya sejarah tersendiri di lingkup alutsista Korps Marinir (d/h KKO AL), pasalnya inilah generasi pertama self propelled MLRS (Multiple Launch Rocket System) yang dioperasikan unit artilleri medan Korps Baret Ungu, yakni didatangkan pada era 60-an sebagai persiapan operasi Trikora. Meski tak jadi digunakan dalam operasi Trikora, BM-14 diketahui telah digunakan secara luas dalam operasi Seroja di Timor Timur pada dekade 70-an. Namun, dengan semakin menuanya BM-14, saat ini praktis self propelled MLRS ini tak lagi digunakan di seluruh dunia.
Baca juga: BM-14/17: Generasi Pertama Self Propelled MLRS Korps Marinir TNI AL
Namun ada kabar yang terbilang unik, BM-14 dalam tampilan baru telah tampil di jalan kota Yekaterinburg, Rusia. Dilihat dari srtiker logo pada kendaraan, kemungkinan BM-14 bergaya baru itu disiapkan untuk diikutkan dalam parade Hari Kemenangan Rusia yang akan dihelat di Lapangan Merah, Moskow pada 9 Mei 2024.
Kemunculan BM-14 dalam tampilan baru ini telah mengundang kontroversi, lantaran sudah lama BM-14 dihapuskan dalam arsenal persenjataan militer Rusia, pun tidak pernah lagi BM-14 diperlihatkan atau ditampilkan di muka publik. Apakah BM-14 akan reborn untuk dibawa berperang dalam operasi khusus Rusia di Ukraina? Di tengah isu Rusia yang mengoptimalkan kembali persenjataan berusia tua. Atau BM-14 gaya baru sebatas dihadirkan untuk memeriahkan parade militer di 9 Mei mendatang, itu yang masih mengundang pertanyaan.
BM-14 dalam sejarahnya pernah dioperasikan dalam jumlah besar, tidak hanya oleh Uni Soviet, namun juga banyak digunakan oleh negara-negara sekutu Soviet sejak era 50-an. BM-14 secara bertahap dinonaktifkan dengan BM-21 Grad yang lebih baru menggantikannya. Defense Express yang menggunakan referensi Military Balance 2023 yang dikeluarkan oleh International Institute for Strategic Studies, bahkan tidak menyebutkannya adanya ‘sisa-sisa’ BM-14 yang berada di pangkalan penyimpanan militer Rusia.
Selain itu, referensi lain mengungkapkan bahwa peluncur roket ini memiliki kaliber 140 milimeter yang tidak biasa bagi tentara Rusia, bahkan Korea Utara tidak menggunakan amunisi tersebut, namun Kuba masih memiliki BM-14 dalam jumlah yang tidak ditentukan. Namun, versi dasarnya berbeda: peluncur BM-14 saat ini dipasang pada truk Zil-131, menggantikan platform truk terdahulu yang menggunakan truk Gaz-63
GAZ-63 4×4: Jejak Truk Tangguh Korps Marinir dari Era 60-an
Meskipun kaliber 140 mm tidak standar untuk tentara Rusia, misalnya angkatan darat, kaliber ini cukup umum untuk angkatan laut Rusia. Beberapa sistem peluncuran roket dipasang pada dua kelas kapal perang Rusia: seperti pada kapal patroli Shmel class (Project 1204) yang aada digunakan armada laut Kaspia dan kapal pendarat berbantalan udara (hovercraft) Zubr class (Project 1232.2).
Nah, apakah kemunculan BM-14 di truk Zil-131 sebatas untuk kebutuhan parade militer, ataukah akan beraksi di medan tempur Ukraina, ini yang masih menjadi spekulasi. Mengigat jika digunakan dalam operasi militer, artinya amunisi tua akan digunakan kembali, yang artinya dapat mengundang kerawanan. Sebagai catatan, salah satu amunisi yang meledak dahsyat dalam tragedi Gudang Peluru di Cilandak pada tahun 1984, adalah roket dari BM-14/17.

BM-14 dirancang Uni Soviet selepas perang dunia kedua, versi awalnya adalah RPU-14 dengan kaliber 140mm, konsep rancangan senjata ini sudah dimulai sejak tahun 1952. Dari yang awalnya mengandalkan system tarik (towed), kemudian RPU-14 dipasangkan pada platform truk, dan jadikan wujud BM-14. Roket ini terbilang laris manis diadopsi oleh negara-negara sekutu Rusia/Uni Soviet, dan Indonesia patut bersyukur karena sempat membuktikan BM-14 dalam ajang peperangan yang sesungguhnya, yakni pada masa operasi Seroja di tahun 1970-an.
Bagi banyak kalangan militer, jangkauan tembak dan daya gempur BM-14 masih dirasa kurang. Untuk mengakalinya, dirancanglah roket dengan caliber yang diperkecil, tujuannya agar roket bisa terbang lebih lincah, jarak tempuhnya dapat lebih jauh, dan roket yang dimuntahkan bisa lebih banyak. Pemikiran inilah yang kemudian memunculkan versi baru self propelled MLRS, seperti BM-21 Grad yang muncul tahun 1964 dengan caliber 122mm – 40 peluncur roket. Dan melewati jalannya waktu, diadopsi oleh RM 70 Grad, self propelled MLRS milik Korps Marinir, pengganti BM-14 yang dibeli dari Cekoslovakia pada tahun 2003.

BM-14 sudah di grounded TNI AL pada awal tahun 2000. Selain karena usia, untuk kaliber roket 140 mm juga sudah tak diproduksi lagi di negara asalnya. Beberapa kali BM-14 tampil di muka umum, salah satunya pernah penulis lihat pada HUT ABRI ke 50 pada tahun 1995 di Lanud Halim Perdanakusumah. Dalam gelar tempurnya, BM-14 disiapkan sebagai unsur bantuan tembakan artileri bagi pasukan infantri dan kavaleri yang pertama kali melakukan pendaratan, dan selanjutnya melakukan penetrasi ke target di pedalaman. Karena Gaz-66 tak punya kemampuan amfibi, untuk menuju daratan, alutisista ini bisa diangkut menggunakan KAPA (Kendaraan Amfibi Pengangkut Artileri) K-61. (Gilang Perdana)
Begini Cara Korps Marinir Merawat Kendaraan Amfibi Pengangkut Artileri K-61