Nokia: Implementasi 5G Butuh Regulasi, Kolaborasi dan “Kemauan Berinovasi”

Jakarta, – Vendor jaringan asal Finlandia memperkirakan industri yang mendukung 5G akan menambah $ 8 triliun ke PDB global pada tahun 2030, dengan lebih dari 70 persen perusahaan besar diharapkan berinvestasi dalam teknologi tersebut dalam lima tahun ke depan.

Proyeksi tersebut tertuang dalam Laporan Kesiapan Bisnis 5G vendor, yang diproduksi bersama dengan Nokia Bell Labs setelah survei industri di delapan pasar yang dilakukan oleh Sapio Research.

Dalam sebuah pernyataan, Nokia mencatat bahwa penelitian tersebut telah menemukan perlunya tindakan pada regulasi yang lebih baik, kolaborasi dan “kemauan untuk berinovasi” oleh para pemangku kepentingan untuk meningkatkan pemahaman, kepercayaan diri dan adopsi teknologi dalam bisnis.

Meskipun menguraikan beberapa tantangan, laporan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik dari potensi 5G. Nokia juga menyoroti hal-hal positif yang sudah dirasakan oleh pengguna awal.

Bahkan dalam terang pandemi Covid-19 (coronavirus), Nokia memprediksi ledakan global dalam investasi 5G antara sekarang dan akhir tahun 2025. Nokia mencatat laporan tersebut telah mengungkap mereka yang didefinisikan sebagai “5G matang” adalah satu-satunya kelompok yang ditemukan memiliki peningkatan produktivitas bersih selama pandemi.

Laporan berskala luas tersebut merupakan hasil survey perwakilan dari perusahaan di Australia, Jerman, Finlandia, Jepang, Arab Saudi, Korea Selatan, Inggris, dan AS untuk menilai opini, sikap, dan kemajuan menuju 5G.

Survey itu mendefinisikan setengah dari mereka yang diminta berada pada “midway level” menuju kesiapan 5G dan 7 persen sebagai “mature”. Dalam hal rencana teknologi, 86 persen pembuat keputusan mengatakan mereka memiliki “semacam strategi”. Nokia mencatat banyak perusahaan yang menerapkan 5G sebenarnya masih dalam tahap uji coba.

Laporan itu juga menyebutkan sejumlah tantangan untuk adopsi, termasuk akses 5G yang terbatas di luar pusat kota; kurangnya kesadaran atau pendidikan tentang teknologi; biaya dan kompleksitas; dan masalah keamanan, yang dikutip oleh lebih dari sepertiga responden.

Sejalan dengan survey menyangkut kesiapan 5G di banyak negara, kinerja Nokia saat ini terbilang mengesankan. Pada September lalu, perusahaan mengumumkan telah mencapai 100 kesepakatan 5G komersial secara keseluruhan, setelah menambahkan 17 perjanjian baru sepanjang Q3-2020. Termasuk kemenangan besar di dua negara, masing-masing operator BT Inggris dan Elisa Finlandia.

Nokia juga telah menekan kerjasama dengan operator telekomunikasi Orange dan Proximus telah memutuskan untuk secara bertahap mengganti peralatan selular buatan Huawei di Belgia dan Luksemburg dengan perlengkapan milik mereka.

Meski menghadapi tantangan yang semakin ketat dengan pesaing-pesaing terdekatnya, tak diragukan lagi bahwa tercapainya 100 kontrak 5G memberikan tambahan energi bagi Nokia. Pencapaian itu juga membuktikan perubahan kepemimpinan di Nokia berdampak positif.

Seperti diketahui, pada Agustus lalu Nokia mengumumkan naiknya Pekka Lundmark, sebagai CEO baru menggantikan Rajeev Suri. Walaupun menghadapi tantangan yang tak ringan, mengingat kinerja Nokia yang menurun sejak beberapa tahun terakhir, namun Pekka diuntungkan dengan situasi pelik yang kini dialami oleh Huawei.

Meningkatnya resistensi atau penolakan dari banyak negara karena tekanan AS, kemungkinan akan mendorong banyak operator selular untuk menghindari vendor China dalam tender 5G mereka yang akan datang. Kondisi tersebut jelas memberikan peluang besar bagi Nokia, mengingat industri jaringan hanya didominasi oleh segelintir vendor saja.

Terima kasih telah membaca artikel

Nokia: Implementasi 5G Butuh Regulasi, Kolaborasi dan “Kemauan Berinovasi”