Remaja Pelaku Perkosaan: Potret Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia

Jakarta

Angka kejahatan perkosaan dan pencabulan di Indonesia 3 tahun terakhir ini meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kasus perkosaan dan pencabulan tertinggi terjadi pada tahun 2020, yaitu sebanyak 6.872 kasus (meningkat 31,32 persen dari tahun sebelumnya). Pada tahun 2021 terdapat 5.905 kasus pencabulan dan perkosaan, dengan 19,7 persen merupakan kasus kejahatan perkosaan (1.164 kasus). Gambaran kondisi ini mungkin merupakan suatu fenomena gunung es, karena data BPS (Bada Pusat Statistik) terkait kasus perkosaan ini hanya bersumber dari Biro Pengendalian Operasi Mabes Polri. Tidak mustahil bahwa masih banyak kasus perkosaan yang tidak terlaporkan ke pihak kepolisian.

Mirisnya, pada sebagian kasus perkosaan ini si pelaku masih berusia remaja. Beberapa kasus diantaranya diberitakan pada tahun 2022 yang lalu, misalnya kasus perkosaan di Hutan Kota Jakarta Utara terhadap anak berusia 13 tahun, yang keempat pelakunya masih berusia 11-13 tahun. Kasus perkosaan anak lainnya terjadi di Sampang (Madura), yang pelaku utamanya masih berusia 17 tahun. Di Tarakan (Kalimantan Utara) terdapat kasus perkosaan oleh pelajar berusia 15-16 tahun terhadap teman perempuannya yang berusia 16 tahun. Di Banyumas (Jawa Tengah) juga diduga terdapat kasus perkosaan anak usia 15 tahun oleh pelaku berusia 16 tahun.

Fenomena perkosaan oleh remaja ini mungkin berkaitan dengan laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) tentang kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai umur pertama kali berhubungan seksual. Survei tahun 2017 menunjukkan bahwa sebesar 6 persen pria dan 6 persen wanita berhubungan seksual pertama kalinya pada usia 11-14 tahun, sedangkan proporsi yang berhubungan seksual pertama kalinya pada usia 15-19 tahun adalah 59 persen (wanita) dan 74 persen (pria). Cukup mengejutkan bahwa lebih dari separuh remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual. Selanjutnya survei ini juga mencatat bahwa terdapat 12 persen wanita usia 15-24 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual dan memiliki pengalaman kehamilan tidak diinginkan. Hubungan seksual pada usia dini dapat meningkatkan risiko masalah mental emosional, kognitif, perilaku, kehamilan remaja, serta dapat berdampak negatif bagi pendidikan dan konsekuensi sosial lainnya misalnya kasus perkosaan remaja.


Lantas selanjutnya apa yang dilakukan terhadap pelaku perkosaan yang masih remaja ini?

Tindak pidana perkosaan pada anak diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 76D yang berbunyi: “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.” Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Pasal 81 dinyatakan mengenai sanksi untuk tindak pidana tersebut, yaitu pidana penjara selama paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Akan tetapi pada kasus yang pelakunya masih berusia remaja, berlaku Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-undang ini menyatakan bahwa terhadap anak berusia 12 tahun sampai sebelum 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana, penyelesaian diupayakan secara maksimal melalui proses diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Penahanan terhadap anak (untuk keperluan penyidikan dan pengadilan) juga tidak boleh dilakukan, kecuali pada anak yang telah berumur 14 tahun dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih (Pasal 32 UU Peradilan Anak).

Sealnjutnya dinyatakan bahwa anak yang belum berusia 14 tahun tidak dapat dipidana, tetapi hanya dapat dikenai tindakan. Tindakan yang dapat dikenakan kepadanya misalnya pengembalian kepada orang tua/Wali, perawatan di rumah sakit jiwa, atau kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan. Pidana penjara merupakan upaya terakhir dan dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana yang membahayakan masyarakat, dengan lama masa hukuman tertinggi setengah dari masa hukuman tertinggi dewasa. Maka dalam kasus perkosaan terhadap anak, seorang anak yang melakukan perkosaan terhadap anak lain dipidana paling singkat 2,5 tahun dan paling lama 7,5 tahun.

Remaja Pelaku Perkosaan: Potret Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia  dr Ratih Puspita, SpA

Tentang penulis:
dr Ratih Puspita, SpA merupakan dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), yang sedang mengambil pendidikan Magister Hukum Kesehatan di Universitas Islam Bandung (Unisba). Tulisan ini merupakan opini penulis.

Terima kasih telah membaca artikel

Remaja Pelaku Perkosaan: Potret Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia