Shopee Affiliates Program

Lika-liku Pendidikan Dokter Spesialis di RI: Biaya Mahal-Bullying

Lika-liku Pendidikan Dokter Spesialis di RI: Biaya Mahal-Bullying

Jakarta

Para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan sejumlah kendala. Hal tersebut diungkapkan oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Jagaddhito Probokusumo.

Dalam acara Dialog Menteri Kesehatan dengan Para Dokter PPDS secara virtual, Minggu (4/12), Dhito memaparkan sejumlah isu yang kerap dihadapi para peserta PPDS. Salah satunya terkait biaya pendidikan dokter spesialis yang tidak terjangkau oleh sebagian besar orang.

“Pendidikan spesialis itu di mata semua dokter juga bukan pendidikan yang murah. Tapi itu pendidikan untuk, katakanlah orang-orang yang mampu,” ujarnya dikutip dari video di kanal YouTube Kemenkes RI, Senin (12/12/2022).


Sementara, beber Dhito, dokter spesialis di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat tidak dipusingkan dengan masalah biaya. Sebab selain mendapat perlakuan sebagai pegawai dan menerima gaji, biaya pendidikan spesialisnya ditanggung oleh negara.

“Di luar negeri, semua spesialis pasti akan dibiayai oleh negara karena mereka terhitung sebagai pekerja,” imbuhnya.

Di sisi lain, peserta PPDS asal Sumatera Barat Diniy Miftahul mengungkapkan kasus perundungan (bullying) oleh senior kepada dokter peserta PPDS masih terus terjadi.

“Di center saya sendiri saya melihat fenomena ini (bullying) terus berulang walaupun mungkin sebenarnya dialami mereka senior sudah lebih dulu mendapatkan bullying. Apa yang kami dapatkan mungkin nggak ada seberapanya dibandingkan dulu, sehingga bullying itu terus berulang,” jelasnya.

Menanggapi curhatan para dokter tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pihaknya akan mendorong perubahan basis Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjadi berbasis pendidikan belajar sambil bekerja di rumah sakit.

“Indonesia menjadi satu-satunya negara di mana dokter PPDS tidak dibayar. Karena konsepnya program sekolah, bukan pekerja,” katanya.

Budi menjelaskan pendidikan berbasis pekerja di rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan jumlah dokter. Ia menambahkan nantinya dokter umum akan digaji dengan menjadi pegawai di rumah sakit dan bakal mendapat pendidikan spesialis dokter.

“Pendekatan di luar negeri, dokter spesialis bekerja di rumah sakit-rumah sakit dan mereka dibayar,” ucapnya.

Terkait bullying, Budi mengatakan pihaknya akan memastikan kasus tersebut mendapat penindakan tegas. Sanksi ini nantinya akan diatur dalam regulasi atau peraturan mendatang.

“Saya nanti akan ngomong itu sebagai regulasi. Jadi nanti kalau itu (bullying) terjadi, diganti orangnya, kalau ternyata direktur RS-nya tidak menangani ya diganti direktur RS-nya, at least dari pemerintah itu yang bisa dilakukan,” ucapnya.

Ia mengungkapkan selama ini banyak mahasiswa yang mengalami bullying tapi tidak mengutarakan fakta sebenarnya.

“Masalah bullying, ini aku mau share yang aku dengar, orang bilang oknum, tapi kalau aku tanya jujur ngeluh semua banyak sekali. Kenapa sih harus dibully? Beliin apalah, sediain makanan, kadang nyiapin lapangan bola, beliin sepatu, wah segala macam,” urainya.

Budi juga berpesan kepada para mahasiswa residen tidak membawa kebiasaan bullying saat sudah menjadi senior. Menurutnya, hal ini bisa memutus tradisi perundungan selain menggunakan peraturan atau regulasi.

“Jadi teman-teman kalau sudah senior jangan seperti itu, ini kan terus-terusan nih, you have to promise me kalau Anda jadi senior jangan seperti itu. That is the best way, one day kan Anda semua di sini akan jadi senior, berhentiin dong,” pungkasnya.

Terima kasih telah membaca artikel

Lika-liku Pendidikan Dokter Spesialis di RI: Biaya Mahal-Bullying