Studi Dunia Nyata Vaksin Sinovac-Pfizer Vs Omicron, Mana yang Terbaik?

Jakarta –
Ada lebih dari 20 vaksin COVID-19 yang digunakan secara global, masing-masing memiliki teknologi berbeda, baik vaksin mRNA seperti Pfizer dan Moderna maupun inactivated virus yakni Sinovac dan Sinopharm.
Banyak yang meyakini vaksin COVID-19 mRNA memiliki perlindungan lebih baik melawan COVID-19. Namun, sebuah studi pracetak Turki baru-baru ini menunjukkan suntikan vaksin COVID-19 lain sebenarnya bisa seefektif vaksin Pfizer dan Moderna, pada orang yang sudah pernah terpapar COVID-19 sebelumnya.
“Untuk orang-orang ini, tidak masalah vaksin mana yang mereka dapatkan,” kata Theodora Hatziiouannou, ahli virus di The Rockefeller University di New York yang membantu memimpin penelitian.
“Mereka kemungkinan akan mendapat perlindungan tambahan dari (infeksi ulang dari) semua varian saat ini.”
Diuji pada strain Corona terdahulu hingga varian Omicron
Selama penelitian, para ilmuwan mengumpulkan sampel darah dari 197 orang yang divaksinasi lengkap di Meksiko, ada lima jenis vaksin COVID-19 yang telah digunakan sejauh ini. Sekitar setengah orang yang dianalisis, sudah pernah terpapar sebelum divaksinasi.
Para peneliti menguji respons imun terhadap spike protein mulai dari ‘leluhur’ virus Corona hingga varian terbaru yaitu Omicron, terkecuali BA.2 ‘Son of Omicron’ yang belakangan mulai mendominasi.
Untuk membandingkan seberapa baik vaksin COVID-19 bekerja mencegah spike protein virus mengikat sel, tim memusatkan perhatian pada dua komponen kunci sistem kekebalan.
Hasil studi
Dari lima vaksin yang diuji, empat di antaranya menghasilkan reaksi kekebalan yang hampir identik atau sangat protektif, yakni vaksin mRNA Pfizer, vaksin AstraZeneca, vaksin Sputnik V yang dibuat oleh Lembaga Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Gamaleya di Rusia dan Cansino, sebuah perusahaan China.
Terkecuali vaksin CoronaVac, atau vaksin COVID-19 Sinovac Biotech di China, disebut memiliki perlindungan terburuk di antara yang lain, meskipun masih protektif sampai tingkat tertentu.
Namun, hasil tersebut didapatkan pada orang yang belum pernah terpapar COVID-19 sebelumnya. Hasil riset benar-benar berbeda pada orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan kemudian divaksinasi.
“Semua vaksin memberikan dorongan imunologis utama terhadap infeksi ulang, dan perbedaan antara suntikan vaksin mRNA yang tadinya terbaik dari yang lain, mulai setara,” kata John Moore, ahli virus di Weill Cornell Medicine di New York yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Perbedaan efektivitas vaksin COVID-19 mRNA dan teknologi lainnya di beberapa kasus, menunjukkan sebenarnya hal yang paling penting adalah manfaat setiap jenis vaksin tetap sama.
“Makalah ini memberi tahu bahwa vaksin yang setiap orang gunakan (baik mRNA atau non-mRNA) tidak penting, setiap orang tetap mendapatkan manfaat dari masing-masing,” beber peneliti.