
WHO Ingatkan Vaksin Booster Bukan Jalan Keluar dari Pandemi COVID-19

Jakarta –
Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan sejumlah negara untuk tidak terburu-terburu memberikan vaksin COVID-19 booster pada warganya. Sebab, masih banyak negara yang kesulitan mendapat akses vaksin COVID-19.
Ketidakadilan akses vaksin COVID-19 dinilai Tedros bisa memperpanjang pandemi. Prioritas vaksinasi menurutnya wajib diutamakan kepada kelompok rentan, alih-alih mulai memberikan vaksin COVID-19 booster.
“Tidak ada negara yang dapat meningkatkan jalan keluar dari pandemi,” katanya kepada wartawan, dikutip dari Channel News Asia.
Tak hanya WHO, badan kesehatan PBB telah lama mengecam ketidakadilan yang mencolok dalam akses vaksin COVID-19, saat negara kaya ramai memborong stok vaksin.
“Membiarkan COVID-19 menyebar tanpa henti di beberapa tempat secara dramatis meningkatkan kemungkinan munculnya varian baru yang lebih berbahaya,” lanjut Tedros.
“Program booster kemungkinan malah akan memperpanjang pandemi alih-alih mengakhirinya dengan cepat. Dengan mengalihkan pasokan vaksin ke negara-negara yang sudah memiliki cakupan vaksinasi tingkat tinggi, memberi virus lebih banyak kesempatan untuk menyebar dan bermutasi,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan.
Menurut angka PBB, sekitar 67 persen orang di negara-negara berpenghasilan tinggi telah memiliki setidaknya satu dosis vaksin, tetapi tidak dengan negara-negara berpenghasilan rendah yang bahkan tidak mencapai 10 persen.
“Terus terang sulit untuk memahami bagaimana akses vaksin COVID-19 setahun sejak vaksin pertama kali diberikan, tiga dari empat petugas kesehatan di Afrika saat ini saja belum divaksinasi,” kata Tedros.
Omicron menyebar ke 106 negara
Dampak ketidakadilan akses vaksin COVID-19 menurutnya terlihat pada wabah Omicron. Hingga kini, sudah ada lebih dari 100 negara yang terdampak varian baru Corona diduga 500 persen lebih menular.
Banyak ahli meyakini kemunculan varian Omicron di Afrika Selatan adalah bukti negara dengan tingkat vaksinasi rendah memicu risiko tinggi munculnya varian baru.
“Varian baru ini menyebar dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah terdeteksi di 106 negara,” kata WHO.
Meski begitu, data awal menunjukkan bahwa vaksin booster bisa lebih baik memberikan perlindungan. Hal inilah yang kemudian memicu banyak negara bertahap melakukan vaksinasi booster.
Tetapi Tedros bersikeras pada hari Rabu bahwa vaksin COVID-19 yang ada tetap efektif melawan varian Delta dan Omicron.
“Penting untuk diingat bahwa sebagian besar rawat inap dan kematian terjadi pada orang yang tidak divaksinasi, bukan orang yang tidak divaksinasi,” katanya.
Sementara Kelompok Ahli Penasihat Strategis WHO (SAGE) tentang Imunisasi juga merekomendasikan Rabu terhadap program booster, bersikeras dosis tambahan harus ditargetkan ke kelompok populasi dengan risiko tertinggi penyakit serius dan mereka yang diperlukan untuk melindungi sistem kesehatan atau garda terdepan.
Sejauh ini, 120 negara telah mulai menggencarkan program vaksin booster atau dosis tambahan, tetapi tidak satupun dari mereka adalah negara berpenghasilan rendah.
“Booster vaksin tidak bisa menjadi tiket untuk mengakhiripandemi lebih cepat,” kataTedros.
WHO Ingatkan Vaksin Booster Bukan Jalan Keluar dari Pandemi COVID-19
