
Peran Kemenkominfo Dorong Pengembangan Industri Handset 5G

Jakarta, – Teknologi jaringan internet generasi kelima atau 5G saat ini telah hadir di Indonesia, meski kehadirannya masih menjadi minoritas tetapi jaringan ini memiliki kecepatan koneksi yang lebih cepat dari 4G.
Teknologi 5G ini tentunya dapat memberikan pengalaman yang menakjubkan dalam penggunaan jaringan internet seperti bermain gim karena latensi rendah dan koneksi yang lebih cepat.
Menikmati jaringan super cepat ini memerlukan perangkat berkemampuan 5G tentunya. Pertumbuhan perangkat 5G pun diprediksi bakal semakin tinggi menyusul tiga operator tanah air yang telah menggelar jaringan generasi kelima ini secara resmi.
Selular Media Network menggelar Webinar Indonesia 5G Conference yang terdiri dari 4 sesi. Sesi II mengambil tema ‘Menakar Peluang Pertumbuhan Handset 5G di Masyarakat’ pada Selasa (26/10/2021), yang menampilkan berbagai narasumber mulai dari dari sektor pemerintahan, vendor handset, lembaga riset, produsen chipset, hingga pihak operator telekomunikasi.
Berikut paparan mengenai pengembangan perangkat 5G berdasarkan Regulasi yang dicanangkan oleh Pemerintah:
Dari sisi regulasi, ada beberapa kebijakan yang telah disiapkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, terkait dengan pengembangan perangkat 5G di Indonesia.
Pertama, mengenai aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) perangkat 5G.
Pemerintah telah menetapkan TKDN untuk perangkat 5G sebesar 35%. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No 13 Tahun 2021 yang diterbitkan 12 Oktober 2021 lalu.
Aturan TKDN ini naik dari 30% menjadi 35%. Hal tersebut wajib dipenuhi untuk jadi salah satu persyaratan mendapatkan sertifikat perangkat dari Kementerian Kominfo sebelum diedarkan dan dijual di Indonesia.
“Perangkat 5G yang boleh beredar di Indonesia harus memenuhi ketentuan TKDN, sekarang nilainya sebesar 35 persen untuk subscriber station,” ujar Mulyadi, Direktur Standardisasi SDPPI Kementerian Kominfo RI.
Ketentuan baru ini diberlakukan enam bulan sejak ditetapkan. Artinya per April 2022 mendatang, seluruh perangkat 5G harus memenuhi syarat TKDN 35%.
Sementara itu, TKDN untuk base transceiver station (BTS) akan diberlakukan sebesar 40%. Mulyadi memastikan penentuan besaran TKDN ini merupakan masukan dari Kemenperin.
Lalu kebijakan kedua, terkait dengan persyaratan teknis untuk perangkat 5G yang berlaku di Indonesia. Persyaratan teknis ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri No.13 Tahun 2021.
Mulyadi mengatakan, penetapan kebijakan ini mengacu pada standard yang berlaku secara global.
“(Peraturan) ini mengacu pada standard yang ditetapkan oleh 3GPP (The Third Generation Partnership Project),” ucapnya.
Kemudian, hal lain yang terkait dengan pengembangan perangkat 5G ini adalah rencana pengembangan perangkat BTS. Kemenkominfo saat ini sedang merencanakan untuk mengembangkan teknologi Open-RAN bagi BTS-BTS yang digunakan untuk 5G.
Mulyadi menjelaskan, teknologi Open-RAN ini merupakan suatu kesempatan bagi pelaku industri untuk menghasilkan suatu perangkat BTS yang bisa digunakan untuk 5G.
“Kalau kita membandingkan dengan BTS konvensional akan menjadi cukup sulit bagi Indonesia untuk menghasilkan suatu BTS. Karena mencakup suatu pekerjaan yang sangat besar, modal yang sangat besar, dan sebagainya. Jadi dengan adanya teknologi Open-RAN ini membuka peluang bagi kita untuk BTS 5G,” tutur dia.
Pertumbuhan Perangkat 5G Global
Sampai saat ini terdapat 1.060 perangkat 5G yang diumumkan oleh para vendor, atau meningkat 21,4% pada kuartal terakhir. Dari perangkat ini, 66,4% sudah tersedia secara komersial. Jumlah perangkat 5G komersial telah tumbuh sebesar 26,4% selama tiga bulan terakhir.
“Dari jumlah tersebut, ada sebesar 49,3 persen yang merupakan smartphone. Memang sebagian besar perangkat 5G ini masih berbentuk smartphone. Kemudian, GSMA memprediksi bawa di tahun 2025, 11 persen dari koneksi seluler di Indonesia merupakan koneksi 5G,” jelas Mulyadi.
Pendekatan supply and demand
Lebih lanjut Mulyadi menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan perangkat atau ekosistem 5G di Indonesia. Yaitu supply and demand.
Dari pendekatan supply, beberapa poin yang diangkat diantaranya ketersediaan spektrum frekuensi radio. Ketersediaan spektrum untuk 5G masih terbatas di Indonesia.
“Beberapa pita yang bisa digunakan untuk layanan 5G, pita yang ada di low band (700 Mhz), mid band (3,5Ghz dan 2,5Ghz), dan high band (2,6Ghz dan 2,8Ghz) memang masih dalam proses untuk dirilis untuk layanan 5G. Masih ada proses yang harus dilakukan oleh Kemenkominfo sebelum pita tersebut digunakan untuk layanan 5G,” sebutnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, solusi yang diambil pemerintah diantaranya fleksibilitas penggunaan spektrum radio, Analog Switch Off, hingga fasilitas dari Pemerintah Daerah untuk mendukung infrastruktur layanan 5G.
Sementara dari sisi demand, isu yang menjadi perhatian antara lain ketersediaan handset diseluruh segmen smartphone, urgensi penggunaan layanan 5G, serta belum adanya aplikasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Solusi yang disarankan seperti mendorong produsen handset untuk menghadirkan 5G di semua segmen smartphone, mengembangkan aplikasi atau use case layanan 5G.
Peran Kemenkominfo Dorong Pengembangan Industri Handset 5G
