
F5: Demi Menjaga Privasi Data Nasional, Keamanan Siber Harus Lebih Diperkuat!

Jakarta, – Sebagian besar tempat umum, termasuk kantor, stasiun kereta api, dan pusat perbelanjaan mengharuskan warga untuk menunjukkan status vaksinasi mereka pada aplikasi saat masuk.
Namun mirisnya, kebiasaan perilaku masyarakat yang saat ini serba digital, justru malah disalah gunakan oleh oknum tak bertanggung jawab dengan cara melakukan peretasan data.
Salah satu kasus kebocoran data yang saat ini juga menjadi sorotan ialah kebocoran data yang dialami oleh lebih dari satu juta pengguna aplikasi pemantauan vaksin. Disamping itu, kasus kebocoran profil juga telah menyerang Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo, yang dimana sertifikasi vaksin milik beliau telah diedarkan secara online oleh pihak tak bertanggung jawab.
Country Manager F5 Indonesia, Surung Sinamo, melalui diskusi virtual, pada Rabu (13/10/2021), mengatakan bahwa penetrasi digital yang sangat tinggi di Indonesia menyebabkan semakin seringnya terjadi kebocoran data.
Dirinya juga mengatakan bahwa peningkatan kapasitas dan menguatkan keamanan siber lebih lanjut diperlukan oleh mereka yang mengelola data agar dapat mengimbangi dengan penetrasi digital yang tinggi.
Dengan Cyber Attack yang dapat menyebabkan kerugian miliaran dolar, kini taruhan menjadi lebih tinggi bagi pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan siber mereka.
Untuk Indonesia, memperkuat pendidikan tentang keamanan siber masuk dalam agenda, diikuti dengan inisiatif pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kesadaran keamanan siber dan mengatasi kekhawatiran tentang kebocoran dan pelanggaran data.
Semua upaya ini ditujukan untuk mencapai infrastruktur keamanan siber yang lebih tangguh dan diharapkan dapat melindungi kepentingan nasional, termasuk stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi.
Banyak kasus kejahatan dunia maya menargetkan pada aplikasi, karena banyak pengguna aplikasi yang menggunakan kembali kredensial yang sama di akun pribadi dan bisnis mereka.
Saat penyerang meretas aplikasi yang dimiliki konsumen dan mengambil kredensial, mereka dapat meluncurkan serangan untuk mengambil alih akun (ATO) atau mencuri data pribadi penting.
Para penjahat dunia maya ini menggunakan otomasi, alat, botnet, dan data kredensial untuk mendapatkan data pribadi yang sensitif. Selain itu, mereka mengambil keuntungan dari penjualan data di web gelap, yang mengarah ke jenis serangan lain ke aplikasi.
F5, multi-cloud application security dan delivery company, menyimpulkan bahwa data kredensial adalah ancaman keamanan utama. Kesimpulan itu keluar dalam penelitian yang dilakukan oleh F5 Labs. “Sekitar 3 miliar data kredensial dicuri dalam setahun,” Country Manager F5 Indonesia, Surung Sinamo mengutip dari penelitian tersebut.
Surung juga menambahkan bahwa pelanggaran yang memanfaatkan kredensial terkompromi milik pengguna dapat berdampak signifikan pada pengguna aplikasi pemerintah dan perusahaan, tergantung dari jenis akun yang diserang. Jenis akun yang diserang dapat bervariasi, mulai dari rekening bank, ID asuransi kesehatan, hingga aplikasi perusahaan atau pemerintah.
Tonton juga video di bawah ini:
[embedded content]F5: Demi Menjaga Privasi Data Nasional, Keamanan Siber Harus Lebih Diperkuat!
