100.000 Pegawai Sektor Ritel Akan Dirumahkan, Dampak PSBB dan Resesi

Jakarta, – Kondisi pusat belanja dan penyewa di dalamnya saat ini sedang mengalami kemunduran pendapatan dengan tingkat yang signifikan. Alphonzus Widjaja Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indoensia (APPBI) menuturkan para pelaku usaha khususnya di Pusat Perbelanjaan Indonesia sebenarnya telah merasakan dampak resesi ekonomi sejak beberapa bulan terakhir.
“Tingkat kunjungan ke Pusat Perbelanjaan merosot akibat pusat perbelanjaan tidak diperkenankan untuk beroperasi ataupun hanya beroperasi secara terbatas. Kondisi ini kembali diperburuk akibat daya beli masyarakat yang merosot sangat tajam. Jadi bisa dibayangkan, awal bulan depan pusat perbelanjaan Indonesia harus memasuki masa resesi ekonomi dalam kondisi usaha yang sedang terpuruk,” jelas Alphonzus kepada , disela diskusi bertajuk ‘Dalam Keterpurukan Penyewa dan Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi’, Senin (28/9).
Sektor yang terdampak cukup ringan menurut Alphonzus itu ialah sektor teknologi. “Karena seharusnya pelaku usaha teknologi atau gadget dalam pengertian kondisinya saat ini semakin memiliki peran, tidak separah sektor fashion misalnya usahanya masih tetap bisa aktif, tapi masyarakat ada di rumah karena menuruti instruksi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat, jadi belanja baju baru untuk apa? Kemudian juga restoran, mereka terdampak karena tidak boleh melayani makan di tempat (dine in). Satu saja ekosistem di pusat perbelanjaan yang bila salah satu nya berkurang (misalnya restoran hanya bisa take away) maka berakibat mati-nya kategori usaha lain di dalam pusat perbelanjaan tersebut,” sambungnya.
Kini sebagai pelaku usaha di sektor perdagangan sangat berharap uluran pemerintah dimana dari awal PSBB di bulan Maret hingga September 2020 belum mendapatkan subsidi apapun.
“Jika tidak mendapatkan uluran tangan dari pemerintah maka anggota kami akan mulai bertumbangan, dimulai dengan penutupan gerai-gerai, dan pemutusan kerja karyawan secara massal. Pemeritnah harus bantu memberikan nafas supaya perusahan tidak kolaps, dan membuat resesi ekonomi sepedek mungkin. Karena jika kondisi buruk itu sampai terjadi, sulit untuk membangkitkannya lagi,” terang Alphonzus.
Semua Terdampak
Sementara itu Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menjelaskan banyak peritel yang kini sudah merambah online store, untuk meredam dampak offline store dimasa pandemi Covid-19.
Kendati demikian melalui pesan singkatnya, Budi menceritakan para peritel yang telah merambah online itu, pada faktanya belum bisa menjawab persoalan di offline-nya sejauh ini.
“Kami sudah gerakan, kini peritel yang sudah merambah online sudah cukup banyak sekitar 80 persen. Walapun hasilnya lumayan tapi sayangnya belum bisa menutup biyaya offline,” jelasnya.
Kondisi peritel, disegala bentuk usaha tak terkecuali teknologi atau gadget dinilai Budi kini sudah terkena dampaknya, “semua kena, omset baru 60 persen dari total pendapatan normal,” kata Budi.
Resikonya pun kian besar apabila pemerintah tidak meresponya dengan sigap, Budi memperkirakan akan ada sekitar 100.000 pegawai sektor ritel bakal dirumahkan akibat PSBB dan resesi ekonomi. Menurutnya, angka itu baru didapatkan dari 90 anggota Hippindo. Padahal, jumlah anggota Hippindo seluruhnya mencapai lebih dari 250 perusahaan.