Yudi Bicara Isu Taliban hingga Relasi Pegawai dengan Firli

Jakarta –
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo mengungkapkan sepengetahuan dirinya sejak awal berdiri hubungan antara pimpinan KPK dan para pegawai sangat egaliter. Mereka biasa saling mengkritik dan mengkoreksi dengan argumentasi hukum dan tetap mengedepankan sopan santun.
“Ketika saya sebagai ketua WP akan mengajukan gugatan ke PTUN, misalnya, saya memberitahukan mereka. Selama gugatan berjalan ya kami tetap melakukan rapat bersama dengan pimpinan, itulah dinamikan di KPK. Hal semacam inilah yang membuat kokoh KPK selama ini,” papar Yudi Purnomo kepada Tim Blak-blakan detikcom, Rabu (12/5/2021).
Tapi saat ditanya apakah di era kepemimpinan sekarang prinsip egaliter itu masih dirasakan, dia tak menjawab tegas. Hanya saja dia pribadi merasa hubungannya dengan Ketua KPK Firli Bahuri maupun komisioner yang lain normal-normal saja.
“Saya sering hadir waktu ekspose dan saling menyapa. Saat bertemu di jalan (kantor KPK) juga saling menyapa. Seperti biasa saja layaknya bawahan ke atasan, tidak seperti gambaran di luar yang seolah-olah seperti apa gitu. Tak mungkinlah kami melawan atasan tanpa dasar,” ungkap Yudi.
Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Konstitusi Feri Amsari menyebut ada unsur dendam pribadi Ketua KPK Firli Bahur kepada 75 pegawai yang tak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan. Indikasinya, kata dia, di antara mereka ada yang suka mengkritik dan melawan Firli saat masih menjadi Deputi Penindakan KPK.
Diakui Yudi, saat proses seleksi komisioner KPK yang salah satunya diikuti Firli Bahuri dia dan sejumlah rekannya sempat melakukan protes. Namun yang menjadi agenda utama protes adalah revisi Undang-Undang (UU) KPK pada 2019.
“Yang memimpin protes terhadap revisi UU KPK itu Pak Saut Situmorang. Dan saat penyerahan mandat (bukan pengunduran diri) yang dilakukan Komisoner KPK Laode M. Syarif dan Agus Rahardjo, sebagai pegawai KPK tentu mendukung langkah yang dilakukan saat itu,” ucap Yudi.
Kala itu Firli dianggap tak layak mengikuti seleksi menjadi komisioner KPK karena pernah mendapat sanksi pelanggaran kode etik berat. Saat menjadi Deputi Penindakan, Firli disebut pernah berhubungan dengan tokoh yang terkait dengan masalah hokum. Juga bertemu dengan seorang elit partai politik tertentu.
Saat menjalani uji kompetensi dan kepatutan Firli menjelaskan semua tuduhan pelanggaran etik dimaksud. Panitia seleksi di DPR menerima penjelasan Firli bahkan kemudian memilihnya untuk memimpin KPK.
Pada bagian lain, Yudi Purnomo juga berbicara seputar isu atau narasi radikal yang dialamatkan kepada sejumlah penyidik KPK sebagai radikal atau Taliban. Padahal di KPK, kata dia, persoalan keberagaman atau pluralisme tak pernah menjadi pertimbangan dalam bertugas dan berinteraksi selama ini.
“Di KPK soal keberagaman sudah selesai. Kami tidak tahu kenapa dipersepsikan Taliban. Tapi saya enjoy saja tetap garis lurus menangkapi koruptor. Tapi kalau radikal yang asal katanya radix yang artinya akar dan mendasar dalam memberantas korupsi iya,” tegas Yudi.
Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, “Kurang Nasionalis Apa Kami?”, Jumat (14/5/2021).
(jat/jat)