
Wakil Ketua MPR Sebut Pancasila Tetap Hidup Jika Penuhi Tiga Syarat

Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa hanya bisa tetap hidup dan lestari jika telah memenuhi tiga syarat. Syarat tersebut di antaranya, diyakini kebenarannya lalu dipelajari, dimengerti juga dipahami, dan kemudian dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Untuk bisa mempraktekkan nilai-nilai Pancasila, bangsa Indonesia harus mempelajari sejarah proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara menurut para pembentuknya yang prosesnya dimulai dari rangkaian sejarah yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga teks final 18 Agustus 1945,” ujar Basarah dalam keterangannya, Rabu (7/10/2020).
Hal tersebut disampaikan Ahmad Basarah dalam Program Pemantapan Pimpinan Daerah (P3D) Angkatan XI Tahun 2020 Lemhannas RI. Peserta program terdiri atas para Kepala Daerah dan Ketua DPRD dengan tema ‘Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara’.
Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini MPR RI telah merumuskan rangkaian sejarah tersebut sebagai satu kesatuan proses kelahiran Pancasila sebagai dasar negara. Dalam perkembangannya, kesepakatan MPR tersebut diadopsi oleh Keputusan Presiden No 24 tahun 2016 tentang Hari Lahirnya Pancasila yang juga menegaskan momentum lahirnya Pancasila tidak bisa dipenggal hanya pada satu momentum saja, baik tanggal 1 Juni, 22 Juni maupun 18 Agustus.
Dia menjelaskan para pendiri bangsa telah sepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, yang di dalamnya terkandung saripati nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, yaitu gotong royong yang menjiwai setiap sila-sila Pancasila. Konsep gotong-royong ini telah hidup dan dipraktekkan berabad-abad oleh masyarakat dan menjadi khasanah budaya yang bernilai tinggi.
“Sebagai contoh, dalam melaksanakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, penganut agama Islam memiliki kewajiban membayar zakat setelah berpuasa di bulan Ramadan, penganut Katolik memiliki Amal Kasih, penganut Kristen memiliki Persepuluhan dan Persembahan, penganut Hindu memiliki Dana dan Danapunya, penganut Buddha memiliki Amisa Dana dan penganut Konghucu memiliki Bakti Sosial,” terangnya.
Salah satu yang mengafirmasi hal tersebut, Ahmad Basarah merujuk pada temuan survei lembaga caritas yang berbasis di Inggris, Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index, yang pada 2018 menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat paling dermawan di dunia.
“Hal ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai gotong royong masih hidup dan sekaligus merupakan modal ideologis dan sosiologis bangsa Indonesia untuk menghadapi pandemi COVID-19,” jelas Basarah.
Karena itu, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta stakeholder lainnya harus mampu menggerakan modal ideologis dan sosiologis yang sudah dimiliki bangsa Indonesia itu agar menjadi kekuatan dan energi kolektif bangsa mengatasi pandemi COVID-19 saat ini. Salah satu contoh model implementasi gotong royong tersebut adalah Kampung Tangguh di Malang Raya.
“Model tersebut diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lainnya untuk bisa menjadikan bangsa Indonesia tangguh mengatasi pandemi Covid 19. Sudah saatnya Pancasila bukan lagi menjadi wacana, tetapi harus dijadikan tindakan nyata dalam menjawab berbagai persoalan bangsa,” pungkas Basarah.
(ega/ega)
Wakil Ketua MPR Sebut Pancasila Tetap Hidup Jika Penuhi Tiga Syarat
